Kamis, 2 Oktober 2025

Pengamat ini Membedakan Gaya Kepemimpinan SBY dan Jokowi

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Ramlan Surbakti mengatakan tugas seorang pemimpin, tak melulu mengerjakan

Penulis: Y Gustaman
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-inlihat foto Pengamat ini Membedakan Gaya Kepemimpinan SBY dan Jokowi
KOMPAS Images/ANDREAN KRISTIANTO
Warga mengantre bersalaman dengan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo saat meninjau pengerukan Kali Pakin di Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (18/2/2013). Pengerukan sungai merupakan salah satu program unggulan Jokowi yang masuk dalam program normalisasi sungai. Di sejumlah titik, selain menambah kedalaman, sungai-sungai juga akan diperlebar sekitar 25-50 meter di kedua sisinya. KOMPAS IMAGES/ANDREAN KRISTIANTO

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Ramlan Surbakti mengatakan tugas seorang pemimpin, tak melulu mengerjakan hal-hal teknis yang implementatif, tetapi juga harus mempunyai visi politik yang mampu menghadirkan kebijakan bagi rakyatnya.

"Persyaratannya seorang pemimpin bukan soal pendidikan tapi visi politik yang diterjemahkan ke arah kebijakan. Ia juga memiliki kemampuan menggerakkan roda pemerintahan atas kebijakan," ujar Ramlan usai diskusi bersama Perludem di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, Rabu (13/3/2013).

Ia mencontohkan sosok Gubernur Jakarta Joko Widodo. Kepemimpinannya sudah nampak saat menjabat Wali Kota Surakarta, tak cukup tahu hal teknis. Tapi bagaimana visi politiknya melahirkan kebijakan yang prorakyat dan sekarang dilakukannya di Jakarta.

Saat ini, kata Ramlan, ketika Jokowi tak mendapat tempat di DPRD, langsung meminta pertolongan publik untuk menekan dan mengawal kebijakannya. Sehingga mau tidak mau, DPRD pikir-pikir untuk menolak kebijakan Jokowi-Ahok yang prorakyat.

"Terus terang saja, Pak SBY tidak menggunakan itu untuk meyakinkan DPR. Meski dia kan katanya dipilih 60 persen masyarakat," terang Ramlan sambil menambahkan, seharusnya peraihan suara SBY yang besar mampu menekan DPR RI untuk segala kebijakan rakyat.

Harusnya, SBY bisa mencontoh langkah yang dilakukan Presiden Amerika Ronald Reagen. Ketika naik sebagai presiden dari Partai Republik, kebijakannya mendapat penolakan dari kongres yang dikuasai Partai Demokrat. Belakangan, Ronald mencari cara berbicara terus di radio.

Lewat media ini, Ronald menyampaikan keluhannya sebagai presiden namun kebijakannya selalu mental di kongres. Akhirnya, lewat program radio itu ia mampu menarik simpati publik, dan meminta mereka mengingatkan senatornya untuk menerima kebijakan Ronald.

Terbuka lah kemudian ruang negosiasi karena ketua kongresnya menerima masukan dari masyarakat. Pada sisi ini, Ronald berhasil meyakinkan kongres lewat suara masyarakat AS yang mendukungnya. Sehingga semua kebijakannya bisa dikompromikan dengan kongres.

Sementara SBY, kata Ramlan, jangankan meyakinkan PDI Perjuangan, Hanura dan Gerindra sebagai oposisi. Untuk meyakinkan koalisinya dalam Sekretariat Gabungan saja tidak bisa. "Kita ini banyak pemimpin tapi tidak banyak yang memiliki kepemimpinan politik," tukasnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved