Gratifikasi Seksual
DPR Buka Ruang Aturan KPK Soal Gratifikasi Seks Dibahas
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuka ruang bagi KPK untuk mengusulkan perubahan UU yang berisi tentang gratifikasi. Hal tersebut disampaikan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuka ruang bagi KPK untuk mengusulkan perubahan UU yang berisi tentang gratifikasi. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (9/1/2013).
"Spesifikasi itu mau diusulkan silahkan saja tapi saya kira kemarin UU sudah komprehensif mengenai gratifikasi. Itu bisa saja diusulkan untuk mengubah UU," katanya.
Namun, Priyo mengaku belum mengetahui aturan yang akan masuk dalam UU tersebut. "Bagaimana kita masukkan gratifikasi sudut seksualitas, Saya enggak tahu, apa pejabat akan tergoda masalah seputar itu saya kira agak jengah," katanya.
Ia pun hanya mengetahui kasus tersebut pernah terjadi di Singapura. Sementara, untuk Indonesia, Priyo tidak yakin hal itu terjadi.
"Saya tidak yakin, saya kira ada tata krama kalaupun ada mengapa harus lewat itu," imbuhya.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana merumuskan aturan baru guna mencegah adanya gratifikasi berbentuk layanan seks tersebut.
"Yang diatur itu mengenai batasan-batasan rupiahnya. Kalau bisa dijadikan ukuran Rupiah itu menarik. Tapi sayangnya aturan kita masih seperti itu," kata Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja di kantornya, Jakarta, Selasa (8/1/2013).
Adnan menyatakan, seharusnya aturan yang dimiliki KPK mengenai gratifikasi juga mencakup kepada potensi munculnya gratifikasi seks. Hal itu jelas Adnan merujuk kepada regulasi international mengenai pemberantasan korupsi
"Merujuk pada UNCAC memang masih harus disempurnakan," tegasnya.
Kendati demikian, pihaknya sendiri lanjut Adnan hingga saat ini belum menerima laporan gratifikasi seks tersebut.
Hal senada juga diungkapkan Direktur Gratifiaksi KPK, Giri Suprapdiono yang menyatakan, KPK belum menerima adanya pengaduan gratifikasi dalam bentuk layanan seks.
Meski begitu Giri mengamini pernyataan Adnan, jika KPK nantrinya akan merumuskan aturan baru mengenai gratifikasi seks.
Mengingat, Undang-Undang (UU) yang ada saat ini menyatakan gratifikasi tidak harus berupa uang tunai namun juga berwujud hal lainnya seperti diskon atau potongan harga dan kesenangan.
"Memang pembuktiannya tidak harus lapor tapi ini jatuhnya ke case building karena itu harus dibuktikan. Karena gratifikasi pada prinsipnya dalam bentuk apapun dan berapapun, jangan dinilai tarifnya berapa. Tapi apakah itu mempengaruhi jabatan," ujarnya.