Grasi Terpidana Narkoba
KY: Harusnya MA Menghukum Hakim Agung Ahmad Yamani
Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar mengatakan, langkah MA yang mendesak Hakim Agung Ahmad Yamani mundur, dapat menjadi preseden buruk.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fajar mengatakan, langkah Mahkamah Agung (MA) yang mendesak Hakim Agung Ahmad Yamani mundur, dapat menjadi preseden buruk.
"Jika tetap dilaksanakan, jelas akan menjadi preseden buruk," kata Asep melalui pesan singkat, Senin (19/11/2012).
Menurut Asep, seharusnya MA tidak mendesak Ahmad Yamani mengundurkan diri, tapi memberi sanksi, karena Yamani telah melakukan kesalahan fatal, yakni mengubah putusan dari 15 tahun menjadi 12 tahun.
"MA harusnya menindaklanjuti dengan pemberian sanksi, karena Hakim AY melakukan unprofessional conduct (perbuatan tidak profesional)," ujar Asep.
Asep menjelaskan, berdasarkan poin-poin pada kode etik, hakim harus tertib dalam menjalankan tugasnya, yang ada di poin disiplin tinggi.
Kemudian, hakim jangan melakukan perbuatan tercela (ada pada poin integritas tinggi), dan hakim jangan memberikan kesan memihak (ada di poin bersikap adil).
"Nah, semua itu bisa termasuk dalam kategori unprofesional conduct," ucap Asep.
Sebelumnya, MA membenarkan bahwa Hakim Agung Ahmad Yamani mengubah vonis pidana dari 15 tahun menjadi 12 tahun pidana penjara, terhadap terdakwa pemilik pabrik narkoba, Hengky Gunawan.
"Dalam pemeriksaan telah ditemukan adanya tulisan tangan dari Hakim Agung Ahmad Yamani, yang menuliskan pidana penjara selama 12 tahun," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur, dalam jumpa pers di Rumah Dinas Ketua MA di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Sabtu (17/11/2012) lalu.
Padahal, lanjut Ridwan, kedua hakim lain yang ikut merumuskan putusan, salah satunya Imron Anwari, tidak pernah menyetujui adanya pidana 12 tahun, melainkan 15 tahun.
Meski ditulis 12 tahun pidana penjara, lanjutnya, jaksa penuntut umum (JPU) tetap memvonis Hengky dengan pidana penjara 15 tahun.
Juru Bicara MA Djoko Sarwoko menegaskan, kesalahan yang dilakukan Ahmad Yamani fatal, dan merupakan tindakan yang tidak profesional.
"Sehingga, ini merupakan kewenangan MA untuk memberi penilaian, meski yang bersangkutan menyatakan itu kelalaian," jelas Djoko. (*)