Grasi Terpidana Narkoba
Mahfud MD Bantah Cari Popularitas
Setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan grasi kepada terpidana mati kasus narkoba
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD membantah, dirinya mencari popularitas saat menyatakan ada dugaan mafia narkoba berada di lingkungan Istana Kepresidenan.
Hal ini disampaikan Mahfud setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan grasi kepada terpidana mati kasus narkoba.
"Semua yang saya ketahui dan saya yakini sudah tersampaikan dengan lengkap," kata Mahfud melalui pesan singkat, Jakarta, Minggu (11/11).
Mahfud menilai, pernyataannya telah cukup gamblang dan jelas. Keberadaan mafia narkoba harus ditindaklanjuti dengan bijaksana oleh jajaran Istana Kepresidenan. Selama ini, keberadaan mafia narkoba tidak diproses dengan tepat. Namun, pihak Istana malah kebakaran jenggot atas pernyataannya dan meruncingkan pada polemik.
Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi kembali membantah ada mafia narkotika di lingkungan Istana Negara seperti diungkap Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Menurut Sudi, Mahfud hanya mencari popularitas.
"Enggak perlu cari popularitas dengan cara-cara seperti itu," kata Sudi di sela-sela upacara peringatan Hari Pahlawan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta, Sabtu (10/11).
Sebelumnya, Mahfud menduga ada mafia di lingkaran Istana terkait pemberian grasi untuk terpidana kasus narkoba, Meirika Franola alias Ola (42). Setelah mendapat grasi dari hukuman mati menjadi seumur hidup, Ola diduga menjadi otak penyelundupan sabu seberat 775 gram dari India ke Indonesia.
Sudi mengatakan, Mahfud tak perlu mengungkapkannya ke publik jika hanya menduga tanpa bukti. Ia mengungkapkan, MK pernah melanggar undang-undang, tetapi tak diungkap ke publik.
Terpisah, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo melalui pesan singkat, kemarin, mengatakan sikap Presiden SBY terkait pemberian grasi untuk Ola dinilai tidak bijaksana. Presiden dianggap menutup-nutupi perilaku menyimpang para pembantunya.
Bambang menyikapi pernyataan Presiden yang tidak menyalahkan para pemberi masukan terhadap grasi Ola.
"Kepada saya disampaikan berbagai pertimbangan oleh pihak-pihak yang memberikan pertimbangan itu. Meski demikian, tanggung jawab tetap di saya. Tidak boleh saya menyalahkan Mahkamah Agung, tidak boleh saya menyalahkan menteri. Kalau saya berikan atau menolak grasi, saya bertanggung jawab," kata Presiden.
Bambang mengatakan, pernyataan Presiden itu tidak otomatis menyelesaikan kontroversi pemberian grasi untuk Ola. Kalau Ola dianggap hanya sebagai kurir, kata Bambang, berarti terjadi kesalahan dakwaan yang menyebabkan Ola divonis hukuman mati.
"Logikanya, para penasihat hukum Presiden cukup menyarankan pihak Ola untuk mengajukan peninjauan kembali perkaranya di Mahkamah Agung. Sebab, mengajukan permohonan grasi dengan alasan Ola hanya kurir menjadi tidak relevan lagi sebagai pertimbangan yang direkomendasikan kepada Presiden," kata Bambang.