RUU Keamanan Nasional
Tiga Tahun SBY-Boediono Lahirkan Rezim Konservatif
Pemerintah SBY-Boediono genap berusia tiga tahun pada 20 Oktober 2012.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Pemerintah SBY-Boediono genap berusia tiga tahun pada 20 Oktober 2012. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Imparsial melihat agenda reformasi sektor keamanan justru mundur sementara penegakan HAM tidak mengalami kemajuan berarti.
"Imparsial (the Indonesian Human Rights Monitor) berkesimpulan tiga tahun pemerintahan SBY-Boediono justru diwarnai dengan watak rejim yang konservatif," kata Direktur Program Imparsial Al Araf, Minggu (21/10/2012).
Al mengatakan konservatisme itu terlihat dari pilihan pendekatan keamanan yang lebih dikedepankan yang diikuti dengan pengabaian dan pembatasan HAM melalui berbagai regulasi.
Trend konservatisme legislasi itu, kata Al, dimulai dari disahkannya UU intelijen, UU Penanganan Konflik Sosial dan dibarengi dengan rencana pembentukan UU Keamanan Nasional, UU Rahasia Negara serta UU Wajib Militer (RUU Komponen Cadangan). "Kesemua legislasi sektor keamanan itu bernuansa sekuritisasi dan bersifat membatasi HAM," ujarnya.
Pada saat bersamaan, Al mengatakan pemerintah dan parlemen juga berkeinginan melakukan kontrol yang eksesif terhadap masyarakat dengan berencana mengesahkan RUU Ormas. Secara substansial, Imparsial menilai, RUU Ormas jelas-jelas akan membatasi dan berpotensi digunakan untuk membonsai peran organsisasi masyarakat sipil.
"Berbagai regulasi dan rancangan regulasi tersebut memiliki motif dan tujuan yang nyata-nyata telah membelokkan arah reformasi Indonesia," ujarnya.
Sebaliknya, Imparsial melihat adanya kecenderungan dari pemerintahan SBY yang mengabaikan dan bahkan melupakan sejumlah agenda reformasi sektor keamanan dan penegakan HAM yang nyata-nyata sebenarnya telah dimandatkan.
Dalam legislasi sektor keamanan, Al mengatakan pemerintahan SBY-Boediono gagal melakukan agenda reformasi peradilan militer melalui Revisi UU 31/1997.
Dalam tiga tahun terakhir, Imparsial juga melihat pemerintahan SBY juga tidak memiliki niatan dan upaya yang sungguh-sungguh untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas di aktor keamanan.
"Justru sikap diam dan tidak adanya upaya koreksi dari SBY berpotensi menyuburkan praktek penyimpangan. Hal ini terlihat jelas dalam kasus pengadaan Alutsista yang dicurigai ada ketidakwajaran harga, seperti pengadaan Jet Sukhoi 30 MK2 dari Rusia," imbuhnya.
Dengan masih banyaknya berbagai permasalahan dalam agenda reformasi keamanan dan HAM, memasuki sisa dua tahun pemerintahan, Imparsial mendesak SBY untuk membuktikan komitmennya terhadap reformasi sektor keamanan dan penegakan HAM melalui pelaksanaan agenda yang telah dimandatkan.
"Melakukan evaluasi terhadap seluruh kebijakan baik yang sudah dibentuk ataupun yang akan dibentuk yang bermasalah dan berpotensi membelokkan arah reformasi dan mengancam HAM serta mengevaluasi kinerja menteri-menterinya yang buruk, terutama Menteri Pertahanan yang nyata-nyata menjadi duri bagi reformasi militer," ungkapnya.