Kamis, 2 Oktober 2025

Mafia Pajak Jilid II

Penuntut Tolak Nota Keberatan Dua Rekan Dhana

Karenanya, jaksa meminta hakim melanjutkan pemeriksaan saksi.

Penulis: Y Gustaman
Editor: Rachmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan terdakwa salah hitung pajak yakni Firman dan Salman Maghfiron dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu (17/10/2012). Karenanya, jaksa meminta hakim melanjutkan pemeriksaan saksi.

Persidangan dua pegawai pajak berjalan terpisah. Terdakwa pertama yang disidangkan adalah Firman, anak buah Dhana yang bertugas sebagai supervisor untuk pajak kurang bayat PT Kornet Trans Utama (PT KTU), dilanjutkan dengan Salman pada kasus dugaan korupsi yang sama.

Jaksa M Novel membantah keberatan Firman terkait penilaian kasus yang membelitnya belaka kesalahan administrasi semata dan bukan korupsi. Menurutnya, petugas pajak yang melakukan dugaan tindak pidana korupsi dapat dikenakan pasal lain selain yang tertuang di UU perpajakan.

"Artinya, pasal Tipikor dapat mengancam pegawai pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 36 a UU No16/2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan," jelas Novel dalam jawaban jaksa penuntut umum menanggapi nota keberatan terdakwa.

Permintaan serupa juga dilakukan jaksa Rahmat Purwanto yang menangani perkara terdakwa Salman. Dalam kesimpulan tanggapan atas nota keberatan Salman, Rahmat menegaskan, materi keberatan terdakwa telah memasuki pokok materi persidangan.

"Sehingga terkait kedalaman peran dalam delik perkara yang didakwakan harus melalui pembuktian di persidangan," papar Rahmat seraya meminta majelis hakim melanjutkan persidangan atas terdakwa Salman Maghfiron.

Hakim ketua Sudjatmiko, meminta waktu sepekan untuk memutuskan sidang perkara terdakwa Firman dan Salman apakah menerima nota keberatan atau menolaknya, akan dilakukan Rabu pekan depan dengan agenda putusan sela. "Jika eksepsi ditolak, artinya sidang harus dilanjutkan," tegasnya.

Baik Firman dan Salman didakwa telah merugikan negara sebesar Rp 967 juta ditambah bunga sebesar Rp 241 juta sehingga secara keseluruhan adalah Rp 1.2 miliar. Mereka disebut jaksa penuntut umum telah merugikan uang negara senilai Rp 241 juta.

Kerugian itu terjadi karena kesalahan hitung pajak yang dilakukan keduanya, sehingga negara harus membayar PT KTU. Kewajiban bayar negara itu didasarkan pada keputusan sidang banding pajak yang memenangkan pemohon yakni PT KTU.

Baik Salman dan Firman didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Tindak Pidana Korupsi subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Tindak Pidana Korupsi tentang tindakan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan.

Selain itu, jaksa juga menggunakan dakwaan kedua Pasal 12 e Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP subsider Pasal 12 g Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP tentang pemerasan.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved