Minggu, 5 Oktober 2025

RUU Kamnas

RUU Keamanan Nasional Penuh Pasal Karet

Direktur Negarawan Center, Johan O Silalahi mengatakan dalam Rancangan UU tentang Keamanan Nasional (Kamnas) penuh pasal interpretatif atau

Penulis: Johnson Simanjuntak
zoom-inlihat foto RUU Keamanan Nasional Penuh Pasal Karet
Tribun Timur/Edi Sumardi
Unjuk rasa penolakan Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional digelar sejumlah mahasiswa di persimpangan Jl Letjen Hertasning dan Jl Andi Pangerang Petta Rani, Makassar, Selasa (25/9/2012) sore.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Negarawan Center, Johan O Silalahi mengatakan dalam Rancangan UU tentang Keamanan Nasional  (Kamnas) penuh pasal interpretatif atau ‘pasal karet’ sehingga dikhawatirkan menjerumuskan TNI pada keadaan seperti di masa orde Baru.

Karena itu RUU ini harus dimatangkan kembali dengan menggelar uji publik lebih intensif pada berbagai elemen masyarakat.

“Saya setuju perlunya RUU Kamnas ini, juga sejumlah pengamat atau akademisi. Tapi yang kita khawatirkan adalah, pasal-pasal interpretatif harus dituntaskan sehingga klir dan tidak menimbulkan keraguan,” kata Direktur Negarawan Center, Johan O  Silalahi, ketika berbicara dalam acara dialog 4 pilar bertema “Peran TNI dalam Menjaga NKRI” di Gedung MPR, Senin (8/10/2012).

Dalam dialog yang juga diikuti Ketua tim sosialisasi  4 pilar MPR Agun Gunanjar Sudarsa dan anggota DPR/MPR Komisi IV Adiyaman, Johan mengingatkan jangan sampai TNI yang sudah mereformasi diri dan mendeklarasikan tidak berpolitik praktis lagi, terseret dalam arus politik yang membuat TNI menjadi sararan kritik masyarakat.

Johan yang juga pengajar di program pascasarjana UI ini mengatakan, TNI saat ini seperti kehilangan reorientasi. Padahal rakyat masih sangat membutuhkan peran TNI.

“Jadi, jika ada yang menyeret-nyeret TNI kembali berpolitik, harus ditolak. TNI sebaiknya tetap netral  dan berperan menjadi stabilisator keadaan,” katanya.

Sementara itu Agun Gunanjar dan Adiyaman sependapat bahwa TNI akan satu suara dan satu komitmen jika menyangkut keamanan negara. “Watak TNI itu satu, mengutamakan keamanan dan keselamatan bangsa dan negara” kata Agun.

Lalu, bagaimana jika TNI ditarik ke politik lagi? Jika TNI masih aktif, baik Agun maupun Adiyaman tetap belum sepakat, mengingat implikasi yang mungkin sangat riskan. Namun, jika seorang TNI sudah pensiun, maka hak asasi dia untuk aktif di partai manapun dan berpolitik praktis.

“Kalau sudah pensiun seperti saya, maka bukan TNI lagi dan saya pun berpartai yakni anggota Partai Demokrat. Begitu juga nanti para pensiunan jenderal yang akan maju sebagai capres, sebenarnya mereka bukan lagi militer, melainkan sipil,” kata Adiyaman.

Klik:

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved