RUUK DIY
RUUK DIY Rombak Dinasti Kesultanan
Ketua Panja RUUK DIY Abdul Hakam Naja mengatakan, RUU memberi ketegasan untuk mereformasi keraton.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Kerja (Panja) RUU Keistimewaan DIY DPR, merampungkan pembahasan draf RUUK DIY dalam rapat internal di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/8/2012) pagi.
Sejumlah poin krusial dalam RUU telah disepakati. Panja RUUK DIY langsung menggelar rapat fraksi, untuk pengambilan keputusan pada Selasa malam, Selanjutnya, RUU disahkan dalam pengambilan keputusan di Rapat Paripurna DPR.
Ketua Panja RUUK DIY Abdul Hakam Naja mengatakan, RUU memberi ketegasan untuk mereformasi keraton.
RUU menuntut Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai pemegang absolut jabatan gubernur DIY, untuk mereformasi dinasti kepemimpinan di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Kadipaten Pakualaman di DIY.
"RUUK memberi ketegasan untuk mereformasi keraton, sekaligus memberikan keleluasaan kepada Sultan untuk melakukan reformasi," ujar Hakam.
Ini karena adanya 14 syarat bagi Sultan Yogyakarta, yang kemudian ditetapkan sebagai gubernur DIY dalam RUUK DIY.
Aturan mengenai syarat Sultan dan Pakualam agar bisa ditetapkan menjadi gubernur dan wakil gubernur DIY, tercantum di RUUK DIY Bab VI tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, serta pada pasal 18 ayat (1) huruf a sampai n, tentang Persyaratan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur DIY.
Menurut Hakam, penerapan kualifikasi persyaratan bertujuan agar pemimpin DIY memiliki kualitas yang sama dengan daerah lain.
Karena itu, Sultan dan Paku Alam harus mereformasi Kesultanan dan Kadipaten, seperti menyempurnakan lembaga dan aturan internal, agar minimal sesuai syarat dalam undang-undang.
Dengan posisinya saat ini, maka Sultan dan Pakualam akan otomatis melekat sebagai gubernur dan wakil gubernur. Dengan begitu, saat keduanya diangkat, maka sudah dinyatakan layak atau memenuhi syarat. Poin ini sudah menjadi win-win solution untuk semua pihak.
"Sepanjang memenuhi syarat sebagai Sultan, berarti beliau gubernur. Itu sudah mutlak. Mekanismenya berlaku lima tahunan. Sama seperti daerah lain, harus ada laporan pertanggungjawaban kepada DPR," jelas politisi PAN.
"Sepanjang memenuhi syarat, jabatan Sultan sebagai gubernur dan Pakualam sebagai wakil gubernur bisa terus berjalan. Tidak ada periodesasi bagi gubernur dan wakil gubernur DIY. Bahkan, lebih istimewa dari seorang presiden yang dibatasai hanya dua periode," papar Hakam.
Hakam menuturkan, dalam persyaratan pun diatur masa jabatan gubernur dan wakil gubernur selama lima tahun.
Sehingga, Sultan dan Pakualam harus melakukan verifikasi kembali, dengan menjalankan berbagai proses di Panitia Khusus (Pansus) Verifikasi dan Pansus Penetapan yang dijalankan dari DPRD DIY.
Hasil verifikasi dan penetapan langsung dikirimkan ke presiden melalui Mendagri. Lantas, ditindaklanjuti dengan pelantikan oleh presiden.
Jika presiden berhalangan, maka digantikan oleh wakil presiden. Namun, jika wakil presiden juga berhalangan, pelantikan dilakukan oleh Mendagri.
"Ada juga syarat mampu menjalankan tugas. Sehingga, kalau tidak sehat walaupun syarat lain terpenuhi, akan dinyatakan tidak memenuhi syarat. Ketentuan ini sudah mengikat, kendati secara legal jabatannya milik Sultan dan Pakualam. Akibatnya, posisi Sultan atau Pakualam yang tidak lolos akan kosong atau ditangguhkan sementara,” terangnya.
Setelah RUUK DIY disahkan, Panja akan mengirimkan ke presiden untuk segera diundangkan.
Setelah itu, akan dilakukan asistensi ke DIY agar DPRD bisa langsung melakukan proses verifikasi persyaratan dan penetapan.
"Paling lambat 9 Oktober 2012 Sultan dan Pakualam sudah harus dilantik oleh presiden," ungkap.
Wakil Ketua Panja Ganjar Pranowo menyatakan, persyaratan-persyaratan di RUUK DIY mengikat Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman, untuk menyiapkan pemimpin.
Sebab, keduanya juga dituntut mengikuti filosofi amanah dan mengayomi masyarakat Yogyakarta.
"Dahulu, diatur dalam konvensi kebiasaan, sekarang harus melembagakan itu, yaitu menyerahkan pada mekanisme internal di DPRD Yogyakarta,” ucap Ganjar.
Ganjar mengakui, RUUK DIY secara tidak langsung mengintervensi pihak Kesultanan. Sebab, secara kepemimpinan Kesultanan harus melakukan perubahan dalam menyiapkan pemimpin.
Hal yang tidak kalah penting, lanjut Ganjar, jika sejumlah syarat di RUUK DIY tidak dijalankan, maka akan menjadi momentum rakyat Yogyakarta untuk mempertanyakan kembali kepemimpinan Sultan.
"RUUK DIY juga menuntut Sultan dan Pakualam lebih hati-hati, transparan, dan akuntabel dalam mengelola keuangan negara. Sebab, jika Sultan terjerat korupsi dan dikenakan hukuman pidana, Sultan akan dinyatakan tidak layak menjadi gubernur dan konsekuensinya kursi Gubernur DIY akan kosong," tegas politisi PDIP.
Berikut pasal 18 ayat (1) Bab VI RUUK DIY yang mengatur persyaratan Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY:
a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan NegaraKesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;
c. Bertahta sebagai Sultan Hamengkubuwono untuk calon gubernur, dan bertahta sebagai Adipati Pakualam untuk calon wakil gubernur;
d. Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan atau sederajat;
e. Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun;
f. Mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
g. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan, yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, kecuali yang bersangkutan telah selesai menjalani pidana lebih dari lima tahun dan mengumumkan secara terbuka dan jujur kepada masyarakat bahwa dirinya pernah menjadi terpidana serta tidak akan mengulang tindak pidananya;
h. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
i. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
j. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
k. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
l. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak;
m. Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaannya serta saudara kandung, istri, dan anak;
n. Bukan sebagai anggota partai politik. (*)
BACA JUGA