Korupsi Merpati
Suparmo Ikut Susun Pengadaan Pesawat Boeing 737-500
Sidang kasus dugaan korupsi penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 yang melibatkan Hotasi Nababan selaku mantan

Laporan Agus Nia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang kasus dugaan korupsi penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 yang melibatkan Hotasi Nababan selaku mantan direktur utama PT Merpati Nusantara Airline kembali digelar.
Kali ini jaksa menghadirkan General Manager Corporate Finance Merpati, Suparmo yang sempat menjabat pada 2004, sebagai saksi.
Sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta itu mengundang Suparmo untuk menjelaskan rencana pengadaan armada pesawat.
"Saya sempat dua atau tiga kali menyusun (rencana pengadaan) itu," kata Suparmo.
Sebelumnya, majelis hakim yang dipimpin oleh Pangeran Napitupulung sempat menolak nota eksepsi yang diajukan Hotasi, Kamis (26/7/2012) lalu.
Tim kuasa hukum Hotasi yang diketuai Juniver Girsang menilai kasus tersebut adalah kasus perdata yang dipidanakan.
Selanjutnya, sidang dilanjutkan kembali pada Kamis (16/8/2012) dengan agenda pemeriksaan saksi.
Kasus ini bermula saat terdakwa Hotasi Nababan sebagai direktur utama PT Merpati Nusantara (MNA) pada 2006 berencana menyewa pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 dari perusahaan penyewaan pesawat Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) yang bermarkas di Washington DC, Amerika Serikat.
TALG kemudian meminta diberikan "security deposit" (uang jaminan) sebesar 1 juta dolar AS sebagai jaminan pembelian pesawat oleh TALG kepada perusahaan lain yaitu East Dover Ltd.
Hotasi dan General Manager Perencanaan PT MNA Tony Sudjiarto yang menjadi terdakwa, menurut JPU, memasukkan rencana sewa kedua pesawat Boeing dalam rencana Kerja Anggaran Perusahaan tanpa persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Hotasi didakwa pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 undang-undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara. Ia juga didakwa pasal 3 Jo pasal 18 UU nomor 31 tahun 999, jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, juga dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
KLIK JUGA: