Pembantaian Rohingya di Myanmar
RI Tempuh Jalur Diplomasi Sikapi Kasus Rohingya
Indonesia tidak tinggal diam dalam kasus pembantaian terhadap kaum minoritas muslim Rohingya di Myanmar.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Indonesia tidak tinggal diam dalam kasus pembantaian terhadap kaum minoritas muslim Rohingya di Myanmar.
Jalur diplomasi pun diambil pemerintah Indonesia, agar kasus ini tidak semakin meluas lagi dan makin memakan banyak korban.
Juru Bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, mengatakan, pemerintah akan berupaya membahas persoalan ini dengan pemerintah Myanmar.
“Sikap pemerintah Indonesia jelas, bahwa kita akan berpartisipasi aktif untuk semua kemungkinan yang bisa dilakukan degan jalur diplomasi. Agar bisa membantu saudara-saudara muslim kita di Rohingya,” tegas Julian kepada wartawan di Bina Graha, Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin (30/7/2012).
Lebih lanjut, Julian juga mengatakan bahwa medio Agustus nanti, pemerintah Indonesia akan ikut ambil bagian membahas permasalahan ini dalam konvensi darurat yang diprakarsai oleh pemerintah Arab di Jeddah.
“Kita akan memberikan masukan, pandangan dan rekomendasi dari pemerintah,” jelas dia.
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Marzuki Alie mengutuk keras pembantaian muslim Rohingya oleh Junta Militer Myanmar. Karenanya, Marzuki mendesak Pemerintah Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) proaktif menangani pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Myanmar tersebut.
"Oleh sebab itu, Indonesia yang menjunjung tinggi HAM dan juga ketua ASEAN harus proaktif untuk memberikan teguran keras pada Myanmar dan mendesak negara itu untuk menghormati HAM," ungkapnya kepada wartawan, Selasa (24/7/2012).
Menurutnya, kejadian tersebut merupakan tragedi kemanusiaan yang sangat memprihatinkan. Dia menganggap pembantaian muslim di Myanmar sebagai pelanggaran HAM berat dan kejahatan kemanusiaan.
"Itu sudah termasuk secara spesifik mengarah kepada genosida atau pemusnahan etnis," tegasnya. Marzuki menegaskan, PBB juga harus proaktif dalam merespons kasus Rohingya ini, baik dari sisi kemanusiaan maupun politis.
"Dari sisi kemanusiaan, yang harus diantisipasi adalah masalah pengungsi. Sedangkan secara politik, PBB harus mendesak Myanmar agar menghormati HAM, karena bagaimanapun pembantaian dan pengusiran suku Rohingya merupakan perilaku negara yang tidak beradab," ungkapnya.
Di kesempatan lain, Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung mengatakan, diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia acap kali terlambat dan menunjukkan ketidaktegasan negara muslim terbesar ini.
"Diplomasi internasional kita sering kali terlambat, menunjukkan Indonesia tidak pernah tegas," ungkapnya di Jakarta.
KLIK JUGA: