Zulfan Dituding Berperan Menyeleksi Penerima Dana Askrindo
Sidang lanjutan perkara tindak pidana korupsi dengan terdakwa mantan Kepala Divisi Investasi Asuransi Kredit Indonesia

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan perkara tindak pidana korupsi dengan terdakwa mantan Kepala Divisi Investasi Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), Zulfan Lubis kembali dilanjutkan.
Materi sidang masih seputar keterangan saksi-saksi. Ada pun saksi tersebut yakni mantan Direktur Keuangan Askrindo, Rene Setiawan.
Dalam kesaksiannya, Rene mengatakan, saat dirinya menjabat sebagai Dirkeu, ia memiliki kewenangan untuk mengeluarkan uang sebagai bentuk investasi.
Namun, terkait investasinya sendiri yang memiliki pengetahuan banyak yakni terdakwa Zulfan selaku kadiv investasi.
Setelah penawaran investasi datang, pihaknya pun mengkajinya. Akhirnya disepakati untuk mengeluarkan uang perusahaan sebesar Rp 325 miliar sebagai investasi.
Agar investasi dapat berjalan lancar, Askrindo pun membentuk tim monitoring yang diketuai dirinya dan beranggotakan Direktur Bidang Penjaminan Suharsono, Kadiv Investasi Zulfan Lubis, dan Kadiv Penjaminan Tora Gultom.
Tugas tim, beber Rene, untuk mencari jalan keluar agar uang yang sudah diinvestasikan bisa dikembalikan lagi oleh penjamin L/C yang diterbitkan PT Bank Mandiri Tbk pada empat perusahaan yaitu PT Trangka Kabel, PT Vitron, PT Indowan, dan PT Multimegah.
Ketika memasuki jatuh tempo, empat nasabah tersebut tak mampu membayar L/C pada Bank Mandiri. Sehingga Askrindo harus membayar jaminan L/C pada Bank Mandiri.
Rene Menambahkan, terkait penyelamatan dana perusahaannya, komisaris utama Askrindo pernah mengeluarkan keputusan untuk menyelamatkan dananya yang sudah diinvestasikan.
Menurutnya, dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kesalahan investasi bermasalah ini bukan ada di pihak keuangan, melainkan ada di penjaminnya.
Menurut Rene, yang bertugas menyeleksi perusahaan manajer investasi (MI) yang patut menerima dana dari Askrindo adalah terdakwa Zulfan.
"Audit BPK mengatakan kesalahan ada di bagian penjaminan bukan keuangan. Ada catatan untuk bidang penjaminan. Yang menyeleksi itu (MI) adalah terdakwa," kata Rene yang juga merupakan seorang terdakwa dengan kasus yang sama di Pengadilan Tipikor.
Sebelumnya, dari hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pemberian investasi langsung pada nasabah melalui perusahaan MI menyimpang dengan Keputusan Direksi Askrindo Nomor 66 Tahun 2003.
Hal itu diutarakan auditor BPKP Harapan Tampubolon saat menjadi ahli dalam perkara ini.
Sejumlah perusahaan MI yang dipilih Askrindo adalah PT Harvestindo Asset Management (HAM), PT Jakarta Investment (JI), PT Reliance Asset Management (RAM), PT Batavia Prosperindo Financial Services (BPFS), dan PT Jakarta Securities (JS).
Menurut Harapan, kesalahan juga terjadi karena pengelolaan Repurchase Agreement (Repo) saham, Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), obligasi maupun reksadana tidak melampirkan sejumlah data pendukung.
Ia mengatakan, penghitungan kerugian negara pihaknya tersebut didasari dari berkas-berkas yang didapat dari penyidik kepolisian. Selain tidak didukung data-data pendukung, dokumen yang diperoleh dari penyidik tersebut juga tak didukung keberadaan fisiknya.
"Investasi Askrindo kita anggap ini semua fiktif karena tidak ada fisiknya, obligasinya nggak ada, reksadana juga tidak ada bentuk fisiknya. Sehingga penyimpangan tersebut mengakibatkan kerugian negara Rp 422 miliar," tutur Harapan yang merupakan supervisor tim audit perkara ini.
Akibat investasi bermasalah ini, Rene dan Zulfan didakwa telah memperkaya orang lain. Keduanya pun dijerat dengan dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) huruf a jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP dan dakwaan subsidair melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.