Kasus Travel Cheque
Petinggi First Mujur Bantah Ferry Yen Fiktif
Direktur Keuangan PT First Mujur Plantation and Industry, Budi Santoso mengakui perusahaannya membeli 480 lembar cek pelawat senilai Rp24 miliar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Keuangan PT First Mujur Plantation and Industry, Budi Santoso mengakui perusahaannya membeli 480 lembar cek pelawat senilai Rp24 miliar dari Bank Internasional Indonesia (BII) melalui Bank Artha Graha.
Budi mengatakan, seluruh cek diberikan kepada Suhardi alias Ferry Yen untuk pembayaran lahan kebun sawit di Tapanuli Selatan. Pun, dirinya mengungkapkan, cek pelawat diserahkan kepada Ferry pada tanggal 8 Juni 2004.
"Setelah saya tanda tangan formulir penjualan (kebun kelapa sawit), saya serahkan ke Ferry Yen. Ferry Yen yang terima di depan saya," kata Budi saat kepada majelis hakim yang diketuai oleh Sudjatmiko saat bersaksi untuk terdakwa Nunun Nurbaeti di Pengadilan Tipikor, Senin (26/3/2012).
Untuk diketahui, Ferry yang dimaksud Budi telah meninggal dunia beberapa tahun lalu. Oleh karena itu, penyerahan cek pelawat tersebut tidak bisa dikonfirmasi kepada Ferry lagi.
Mendengar kesaksian Budi, Majelis hakim sempat curiga jika pengusaha asal Surabaya itu merupakan tokoh rekayasa. Namun hal tersebut langsung dibantah Budi dengan tegas.
"Tidak (fiktif), ada," ujar Budi saat ditanya majelis.
Menurut Budi, Ferry datang sendiri saat mengambil cek pelawat. Dirinya menyakinkan majelis dengan mengatakan tak melihat terdakwa Nunun Nurbaeti maupun mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Miranda Swaray Goeltom saat serah terima cek di kantornya di lantai 27 gedung Artha Graha, Sudirman.
"Tidak ada, dia sendirian," tegasnya.
Seperti diketahui, ratusan lembar cek pelawat yang dibeli First Mujur adalah cek yang sama dengan yang diterima anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 usai pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004.
Saksi Budi mengaku tak tahu bagaimana bisa cek yang diserahkan ke Ferry sebingga mengalir ke puluhan anggota dewan.
Sementara itu, Nunun sendiri diduga memberikan suap berupa cek perjalanan kepada anggota IX DPR periode 1999-2004 oleh Penuntut Umum dari KPK.
Cek didistribusikan lewat bawahannya yakni Direktur PT Wahana Esa Sejati Arie Malangjudo. Cek merupakan imbalan untuk memenangkan Miranda Goeltom dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI bulan Juni 2004.