Sabtu, 4 Oktober 2025

Penangkapan Pejabat Kemennakertrans

Dadong Lapor ke Dirjen P2KT Ada Uang Sebelum Ditangkap

Namun, Jamaludin mengaku saat itu tak terlalu menggubris laporan Dadong tersebut, karena sedang ada urusan.

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Dewi Agustina

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dirjen Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Dirjen P2KT) Kemennakertrans, Jamaludin Malik, mengakui sempat mendapat laporan dari Kabag Program Evaluasi dan Pelaporan pada Sesditjen P2KT, Dadong Irbarelawan, tentang adanya uang sehari sebelum Dadong ditangkap KPK di kantor Dirjen P2KT Kemenakertrans, Kalibata, Jakarta, 25 Agustus 2011 lalu.

Hal itu disampaikan Jamaludin saat bersaksi untuk terdakwa Dadong dalam kasus dugaan suap Program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi Kemennakertrans, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/1/2012).

Namun, Jamaludin mengaku saat itu tak terlalu menggubris laporan Dadong tersebut, karena sedang ada urusan. "Pak Dadong terakhir menyampaikan soal uang, tapi tidak saya tanggapi," kata Jamaludin.

Jamaludin mengira uang yang dimaksud Dadong adalah uang honor untuk Mennakertrans, Muhaimin Iskandar. Ia mengaku baru tahu jika uang yang dimakud adalah senilai Rp 1,5 miliar setelah anak buahnya itu ditangkap KPK.

Namun, dalam dakwaan Dadong dan terdakwa lain Sesditjen Pembinaan dan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemennakertrans, I Nyoman Suisnaya, bahwa Jamaludin selaku Dirjen P2KT disebutkan terlibat melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Nyoman, Dadong dan Mennakertrans Muhaimin Iskandar.

Dalam surat dakwaannya, Dadong bersama-sama menerima uang Rp 2 miliar dari Dharnawati dengan maksud perusahaannya bisa lolos sebagai kontraktor proyek di empat kabupaten di Papua.

Selain mengaku tidak tahu soal pemberian uang Rp 1,5 miliar dari Dharnawati, Jamaludin juga mengatakan di persidangan bahwa pelaksana anggaran dana PPID bukanlah Kemenakertrans. Sebab, pelaksana dana PPID itu adalah daerah penerima, yakni bupati.

Di sisi lain, ia juga mengaku mengeluarkan instruksi ke anak buahnya tentang penggunaan dana PPID. "Itu agar lokasi dana PPID itu tidak keluar dari daerah transmigrasi," akunya.

Tak ingin kementeriannya terus disudutkan, seorang saksi lainnya, Sekjen Kemennakertrans, Mochtar Lutfie, mengatakan kewenangan tentang alokasi dana untuk kawasan transmigrasi ada di Kementrian Keuangan (Kemenkeu).

Menurut Lutfie, Kemennakertrans sebatas mengusulkan anggaran. Sedangkan keputusan akhirnya ada di Kemenkeu yang selanjutnya dibahas bersama Badan Anggaran DPR. "Saat itu dikirimnya ke Menkeu, jadi tergantung menkeu akan ke mana," ujar Lutfie.

Ia menceritakan, ada beberapa permintaan tambahan dana yang diajukan Kemennakertrans ke Kemenkeu. Namun, hanya satu pengajuan yang disetujui.

Permintaan dana tambahan itu di antaranya, dana tambahan Rp 388 miliar dari Ditjen P2MKT dan Rp 988 miliar dari Ditjen P2KT.

Selain itu, Lutfie selaku Sekjen Kemennakertrans juga mengakui mengirim surat usulan dana PPID sebesar Rp 500 miliar. Ada juga Surat Mennakertrans Muhaimin Iskandar Nomor B.97/MEN/SJ-PR/IV/2011 tanggal 29 April 2011 tentang usulan anggaran PPID, yang isinya usulan anggaran sebesar Rp 988 miliar.

Namun yang direspon Kemenkeu adalah Surat Sekjen tentang usulan dana PPID Rp 500 miliar yang akan dialokasikan ke 19 kabupaten. "Yang terakhir itu disetujui sebesar Rp 500 miliar," kata Lutfie.

Selanjutnya, dana itu masuk Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) di Dirjen Perimbangan Keuangan dan selanjutnya ditransfer ke daerah.

Ia menambahkan, Tim Asistensi Mennakertrans yang dikabarkan ikut membahas dana PPID bersama Banggar DPR itu telah dibubarkan sejak Desember 2010. Tim itu terdiri dari Eko Sanjoyo, Ali Mudhori, Fauzi, Yusuf Muzni, Nur Hamidah, dan Syamsuddin Pae.

Apakah benar Tim Asistensi ini mendapat ruangan khusus di Lantai II Kemennakertrans? "Saya tidak tahu itu," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved