Korupsi Damkar
Banyak Masalah Kontrak Pengadaan Mobil Damkar
Sidang dengan terdakwa mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno memasuki babak akhir. Dalam persidangan yang menghadirkan Ahli

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang dengan terdakwa mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno memasuki babak akhir. Dalam persidangan yang menghadirkan Ahli dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Dwi Prahoro Irianto ini berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (1/12/2011).
Kajian Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap pengadaan mobil pemadam kebakaran di hampir seluruh wilayah di Indonesia pada tahun anggaran 2003-2005 menemukan banyaknya masalah pada kontrak pengadaan tersebut.
Demikian disampaikan Dwi Prahoro Irianto, ahli dari BPKP yang dihadirkan JPU pada KPK di persidngan Hari Sabarno, Kamis ini. Hari adalah terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan tersebut.
Menurut Dwi, dari 36 kontrak pengadaan mobil damkar di seluruh Indonesia, 31 di antaranya menunjuk langsung perusahaan Hengky Samuel Daud, PT Istana Sarana Raya sebagai rekanan.
Sisanya, kata Dwi, satu kontrak dilakukan dengan cara pemilihan langsung, satu kontrak tak memiliki metode pemilihan, tapi damkar malah dibayar pemerintah.
"Sementara tiga lainnya kontrak dengan lelang formalitas, dalam artian kalau dilihat secara dokumentasi, berkas seolah ada persaingan tapi sebenarnya perusahaan Daud sudah pasti menang," ucapnya di pengadilan Tipikor, Jakarta.
Inilah yang disebut BPKP bermasalah. Pasalnya, akibat proses penunjukan langsung itu misalnya, negara mengalami kerugian yang cukup besar. Dari perhitungan pihaknya, lanjut Dwi, dalam pengadaan mobil damkar jenis V80ASM sebanyak 200 unit dan delapan unit Morita ini, negara merugi hingga Rp 86,7 miliar.
Dwi mengatakan untuk pengadaan delapan mobil damkar merek Morita, negara merugi sebesar Rp 20,8 miliar. Kerugian negara itu, didapat dari harga bruto delapan unit Morita yang sebesar Rp 84,9 miliar dikurangi dengan pajak PPn dan PPh Rp 8,8 miliar kemudian dikurangi dengan nilai harga yang wajar menurut perhitungan BPKP. Akibatnya, nilai netto dari delapan unit damkar Morita sebesar Rp 76,7 miliar. Nilai ini dikurangi dengan harga perolehan versi BPKP Rp 55,7 miliar.
"Maka diperoleh kerugian negara Rp 20,8 miliar," imbuhnya.
Sementara untuk harga bruto pengadaan mobil pemadam kebakaran tipe V80ASM sebanyak 200 unit, papar Dwi, nilainya mencapai sebesar Rp 168,4 miliar. Kemudian harga bruto itu dikurangi dengan pajak PPn Rp 15,3 miliar dan Pajak PPh Rp 2,25 miliar serta retribusi Rp 70,1 juta.
"Harga Netto Rp 151,4 miliar. Harga perolehan 200 unit mobil pemadam kebakaran tipe V80ASM adalah Rp 85,7 miliar. Jadi kerugian negaranya adalah Rp 65,2 miliar," imbuhnya. Jika digabungkan, kata Dwi, kerugian negara mencapai Rp 86,7 miliar.
Mengacu pada hal-hal tersebut, Dwi menilai kontrak pengadaan itu tak layak dilakukan. Seharusnya Kementerian melakukan pengadaan dengan cara lelang. "Filosopi Keputusan Presiden No 80 Tahun 2003 harga dipilih yang paling menguntungkan negara," ucapnya.