Kamis, 2 Oktober 2025

Teror Bom Buku

Pepi Fernando Dkk Sempat Ingin Ngebom Gereja di Bintara

Untuk mengalihkan perhatian atas terjadinya bom buku yang dilakukan di Jakarta dan sekitarnya pada 15 dan 16 Maret 2011

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Prawira
zoom-inlihat foto Pepi Fernando Dkk Sempat Ingin Ngebom Gereja di Bintara
TRIBUNNEWS.COM/ABDUL QODIR
Terdakwa bom buku dan Serpong, Maulana (tengah), menjalani sidang dakwaan di PN Jakarta Barat, Senin (31/10/2011).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk mengalihkan perhatian atas terjadinya bom buku yang dilakukan di Jakarta dan sekitarnya pada 15 dan 16 Maret 2011, Pepi Fernando dan anggotanya merencanakan pengeboman gereja di Bintara, Bekasi, Jawa Barat, menggunakan bom tabung gas LPG 3 kg.

Hal itu terungkap saat sidang pembacaan surat dakwaan untuk terdakwa Mugianto alias Mugi (18), di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (31/10/2011).

Dalam surat dakwaan untuk Mugi setebal 44 halaman, jaksa Izamzan menjelaskan bahwa seminggu setelah pengiriman paket bom buku di Jakarta dan sekitarnya, Pepi (32) yang merupakan Sarjana Agama UIN Jakarta, meminta Mugi yang berprofesi sebagai tukang agar-agar keliling, Darto (kakak Mugi) si penjual mainan, dan Wari Suwandi Alias Wari alias Bari, untuk datang dan membantu mengangkut barang karena ingin pindah dari rumahnya di Perumahan Harapan Indah Bekasi, Jawa Barat. Di rumah tersebut, Pepi mengutarakan rencananya itu kepada ketiganya.

Di bawah komandonya, Pepi menugaskan Bari untuk mencari tabung gas LPG ukuran 3 Kg dan telepon genggam Cina yang bisa diatur waktu hidup dan mati (on-off), serta menugaskan Darto untuk mencari dan membeli pupuk KNO3 dan arang.

Darto berhasil mendapatkan barang yang diinginkan Pepi, dan ia pun langsung meracik dengan menumbuk pupuk dan arang tersebut menjadi satu di kontrakannya, Rawadas, Pondok Kopi, Jaktim. Darto meletakkan hasil tumbukkannya itu ke dalam gerobak yang biasa ia pakai untuk menjajakan mainan.

Selanjutnya, di dalam kontrakan Darto, Pepi dan Febri Hermawan alias Awi alias Toge (30) yang hanya lulusan SD dan berprofesi sebagai tukang ojek, ternyata berhasil membuat sebuah bom tabung gas, dengan cara merangkai pengatur waktu telepon genggam Cina ke dalam tabung gas dan menggergaji bagian regulatornya untuk selanjutnya dimasukkan sejumlah bahan peledak, termasuk hasil tumbukan Darto sebelumnya. "Awi menyiapkan pemantik dari handphone sebagai alat pemicu yang sudah diset agar meledak tepat pukul 09.00 WIB," jelas jaksa.

Selanjutnya, Pepi memerintahkan Watono dan Darto untuk meletakkan bom tabung gas itu di Gereja Bintara. Namun, bom tersebut tidak jadi diletakkan di tempat yang direncanakan, dikarenakan gereja itu dijaga ketat. Setelah pemantik bom yang terbuat dari handphone di nonaktifkan, Darto menanam bom tabung gas itu ke dalam tanah, ruang tengah kontrakannya.

Selanjutnya, Watono alias Anton Burger yang biasa berjualan burger keliling bersama Awi datang ke tempat Darto untuk mengambil benda berbahaya itu.

Baru pada sekitar akhir Maret 2011, Bari meletakkan bom tabung gas 3 kg tersebut di pinggir kali Banjir Kanal Timur. "Tidak lama kemudian Bari memberitahu Mugiarto bahwa bom itu meledak," jelas jaksa.

Atas perbuatannya, jaksa mendakwa Mugi melanggar Pasal 6 dalam dakwaan primer pertama atau Pasal 7 dalam dakwaan subsidiair, Pasal 15 juncto Pasal 6 dalam dakwaan primer kedua atau Pasal 15 juncto Pasal 7 dalam dakwaan subsidiair atau Pasal 15 juncto Pasal 9 dalam dakwaan lebih subsidiair, atau Pasal 13 huruf (b) dalam dakwaan primer ketiga dengan Pasal 13 huruf (c) UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan terancam pidana penjara seumur hidup.

Dan majelis hakim yang dipimpin Nirdin mempersilakan Mugi menyampaikan tanggapan atas dakwaan atau eksepsi pada sidang lanjutan, Senin (7/11/2011) mendatang.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved