Bom Bunuh Diri Solo
Yosepa Hayat Sering Muncul Dini Hari
Achmad Yosepa Hayat yang bernama asli Tino Damayanto, bisa dipastikan sebagai pengebom bunuh diri di GBIS, Kepunton, Solo.

Laporan Wartawan Tribun Jabar Agung Yulianto Wibowo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Achmad Yosepa Hayat yang bernama asli Tino Damayanto, bisa dipastikan sebagai pengebom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS), Kepunton, Solo. Sebelum terjadi aksi bom bunuh diri di Mapolresta Cirebon, April lalu, Hayat sering mendatangi rumah kontrakan para karyawan warung bakso milik orangtuanya.
Warung yang diberi nama Bakso Idaman, di Jalan Pandesan No 36, Kota Cirebon, merupakan tempat usaha milik Daud dan Hindun, orangtua Hayat. Bakso itu dikenal paling laris dibandingkan warung-warung di sekitarnya, meski satu porsi bakso dihargai Rp 14 ribu.
Menurut Jariah, warga setempat, warung bakso itu buka dari pukul 08.00-21.00 WIB. Sejak buka sampai malam hari, warung dengan pintu merah selalu dipenuhi dengan pembeli.
"Untuk ukuran orang sini, harganya cukup mahal karena seporsi Rp 14 ribu. Kalau beli Rp 5 ribu tidak boleh. Memang ramai dibandingkan warung-warung di sekitarnya," ujar perempuan berusia 50 tahun itu, Selasa (27/9/2011).
Namun, sejak Senin lalu warung Bakso Idaman tak lagi buka. Pasangan Daud-Hindun dibawa ke Jakarta untuk melihat jenazah Hayat yang disemayamkan di RS Polri dr Sukanto, Karamat Jati, Jakarta.
Ketua RT 04/01, Kampung Pandesan, Kelurahan Pandesan, Kecamatan Pekalangan, Kota Cirebon, Aat mengatakan, Hayat seringkali datang ke kontrakan karyawan Bakso Idaman yang letaknya tidak jauh dari warung. Hayat datang setiap pukul 02.00 atau pukul 02.30 dini hari.
"Kalau saya jaga malam, dia (Hayat) sering datang sekitar pukul 02.00. Ia berjalan kaki. Dia biasanya bawa ransel ke rumah kontrakan karyawan. Dulu isinya cowok semua, tapi sekarang cewek semua," ujar Aat.
Ia menambahkan Hayat dan penghuni kontrakan jarang menyapa warga sekitarnya. Mereka bahkan belum memberikan identitasnya kepada pengurus kampung.
"Kalau ditanyakan masalah identiitas, susah sekali. Selalu bilang nanti-nanti saja. Saya sampai sempat mau lapor ke polisi. Hayat dulu sering muncul sebelum kejadian bom di Cirebon," ujar pria berambut gondrong ini.
Selain tidak pernah menyapa warga sekitarnya, Hayat dan teman-temannya di kontrakan karyawan bakso itu enggan salat bersama jemaah lainnya. Dia baru melakukan salat ketika jemaah lainnya selesai melakukan ibadah.
Pasangan Daud dan Hindun mulai membuka usaha bakso di tempat itu sejak 1998. Warga di kawasan Jl Pandesan, Kota Cirebon, memanggil Hayat dengan sebuatan Surip.