Kasus Sisminbakum
Kejaksaan Agung Pelajari Putusan MK Terkait Permohonan Yusril
Kejaksaan Agung menegaskan akan mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengesahkan sebagian permohonan mantan Menteri
Penulis:
Ferdinand Waskita
Editor:
Johnson Simanjuntak

TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, bersiap keluar dari ruang sidang Mahkamah Konstitusi RI, setelah mengikuti sidang putusan perkaranya Senin (8/8/2011). Yusril mengajukan permohonan uji materi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 65, Pasal 116 ayat (3) dan (4) terhadap UUD 1945 mengenai wajibkah penyidik memanggil dan memeriksa saksi yang menguntungkan tersangka selama proses pemeriksaan berlangsung. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kejaksaan Agung menegaskan akan mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengesahkan sebagian permohonan mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra. Tersangka kasus Sisminbakum itu diketahui mengajukan permohonan dalam uji materi KUHAP.
"Kita akan pelajari dulu. Jadi kalau hari ini putusan, putusan itukita terima dan kita pelajari lalu disampaikan," kata Wakil Jaksa Agung Darmono, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (8/8/2011).
Hal serupa juga dikatakan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Noor Rachmad. "Kita lihat dulu putusannya seperti apa. Kita lihat nanti lah. Itu pasti menguji pasal berapa di KUHAP, saksi meringankan seperti apa, versi dia seperti ini, tetapi KUHAP itu seperti ini," imbuhnya.
Seperti diketahui sebelumnya, hari ini MK mengabulkan sebagian permohonan Yusril, dalam uji materi KUHAP.
Ada pun permohonan pemohon yang dikabulkan oleh Hakim MK diantaranya, Pasal 1 angka 26 dan 27, Pasal 56, Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4), serta Pasal 184 ayat (1) huruf a UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 nomor 76 dan tambahan Lembaran Negara RI nomor 3209) adalah bertentangan dengan UUD 45.
"Sepanjang pengertian saksi dalam pasal tersebut tidak dimaknai termasuk pula, 'orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri," jelas Mahfud.
Menurut Mahkamah, pengaturan dan pengertian saksi dalam KUHAP sebagaimana yang diatur dalam pasal-pasal yang dimohonkan pengujian menimbulkan pengertian yang multitafsir dan melanggar asas lex certa serta asas lex stricta sebagai asas umum dalam pembentukan perundang-undangan pidana.
"Ketentuan yang multitafsir dalam hukum acara pidana dapat mengakibatkan ketidak pastian hukum bagi warga negara, karena dalam hukum acara pidana berhadapan antara penyidik, penuntut umum dan hakim yang memiliki kewenangan untuk memeriksa tersangka untuk mendapat perlindungan hukum," tutur Hakim Konstitusi, Harjono, dalam sidang yang sama.
Namun MK menolak permohonan pemohon Yusril, tentang implikasi konstitusional dan yuridis kepada penyidik pada kejaksaan agung yang memeriksa pemohon untuk memanggil dan memeriksa saksi-saksi yang menguntungkan yang diminta oleh pemohon yaitu Megawati Soekarnoputri, HM Jusuf Kalla, Kwik Kian Gie dan Susilo Bambang Yudhoyono.
"Menurut Mahkamah merupakan kasus konkret yang bukan merupakan kewenangan Mahkamah," ujar Harjono.