Kasus Prita Mulyasari
Prita Mengeluh Bukan Memfitnah
Prita Mulyasari, sebagai konsumen memiliki hak yang dilindungi Undang-undang untuk menyampaikan keluhan ketidakpuasan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Prita Mulyasari, sebagai konsumen memiliki hak yang dilindungi Undang-undang untuk menyampaikan keluhan ketidakpuasan atas pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengatakan adalah “bukan tanpa hak” Prita menyampaikan keluhannya tersebut.
BPKN mempertanyakan apakah pernyataan keluh kesah Prita pada jejaring sosial di internet, termasuk dalam kategori penghinaan dan/atau pencemaran nama baik atau justru sebuah keluhan? Anggota BPKN Gunarto yang ditunjuk menjadi juru bicara BPKN mengutarakan hal itu ketika menanggapi putusan kasasi Mahkamah Agung atas perkara pencemaran nama baik yang dituduhkan kepada Prita Mulyasari, pasien RS Omni Internasional Tangerang.
Menurut Gunarto, keluhan yang dikemukakan Prita pada internet atas layanan rumah sakit Omni Internasional yang tidak memuaskan konsumen, dijamin oleh undang-undang. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berlaku sejak 20 April 2000, Prita berhak menyampaikan keluhan.
Pasal yang dituntut kepada Prita adalah Pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bahwa Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Ancaman hukum pelanggaran terhadap pasal ini seperti yang diatur dalam pasal 45 ayat (1) adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
“BPKN mempertanyakan hal ini karena pada dasarnya keluhan Prita tersebut “bukan tanpa hak”, disamping itu yang disampaikan juga bukan sesuatu yang bersifat fitnah. Prita Mulyasari benar-benar konsumen yang merasakan ketidakpuasan atas pelayanan konsumen,” tegas Gunarto, seperti dikutip dari rilis yang diterima Tribunnews.com, di Jakarta, Selasa (12/7/2011).
Hakim Agung mestinya dalam memutuskan perkara tidak hanya melihat dari satu undang-undang saja namun juga melihat dari undang-undang lain, terkait dalam hal ini adalah UU N0. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Oleh karena itu, terkait dengan kasus ini, BPKN bermaksud menyatakan 3 pandangan. Pertama, Prita Mulyasari merupakan sosok yang sadar untuk menggunakan haknya sebagai konsumen. Oleh karena itu sungguh sangat ironis jika seorang konsumen yang menyuarakan haknya justru dihukum dan dianggap melanggar hukum.
Kedua, vonis yang demikian akan membuat konsumen lainnya takut untuk menyuarakan keluhannya yang pada akhirnya akan selalu menjadi obyek semena-mena pelaku usaha produk barang/jasa. Ini merupakan langkah mundur dalam upaya pemberdayaan konsumen. Ketiga, putusan yang kurang berpihak pada keadilan seperti itu harus tidak diterima, dan oleh karena itu diharapkan Prita Mulyasari menggunakan haknya untuk mengajukan PK (peninjauan kembali).
Untuk itu, diharapkan hakim yang menangani kasus ini selanjutnya dapat mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dan seadil-adilnya sehingga dapat mengoreksi keputusan tersebut. Dukungan publik yang besar terhadap Prita Mulyasari mengindikasikan adanya keadilan masyarakat yang terusik atas putusan kasasi MA tersebut.