Sabtu, 4 Oktober 2025

Polemik Ahmadiyah

Aktivis Kecewa Pelaku Cikeusik Hanya Dituntut 5-7 Bulan

Tak adanya ancaman hukuman yang setimpal bagi pelaku kekerasan terhadap sesama warga negara berakibat tidak munculnya efek jera

zoom-inlihat foto Aktivis Kecewa Pelaku Cikeusik Hanya Dituntut 5-7 Bulan
YouTube
Potongan adegan video Anti-Ahmadiyah Violence in Cikeusik

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Tim Advokasi Jaringan Masyarakat Sipil Untuk Perlindungan Warga Negara mengaku prihatin atas proses peradilan kasus kekerasan terhadap jemaat Ahmadiyah yang terjadi di Cikeusik, Pandeglang, Banten.

"Ini dipicu oleh ketidakseriusan dan dugaan kurang imparsialitasnya proses peradilan terhadap para pelaku kekerasan pada kasus tersebut," kata Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Indriaswati D. Saptaningrum di Jakarta, Jumat (8/7/2011).

Indriaswati mengatakan banyak fakta yang dapat diungkap dalam proses persidangan. Namun kenyataannya kejaksaan tidak mengkaji lebih dalam atas fakta-fakta tersebut. Kekecewaan kian menjadi, kata Indriaswati, melihat proses pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Serang pada 7 Juli 2011. Para terdakwa yang dihadapkan ke meja hijau hanya dituntut dengan ancaman hukuman antara 5-7 bulan penjara.

"Padahal peristiwa kekerasan Cikeusik telah mengakibatkan tewasnya tiga orang Jemaat Ahmadiyah. Selain itu, peristiwa ini juga telah melahirkan ancaman ketakutan dan traumatik bagi Jemaat Ahmadiyah di wilayah lain di Indonesia," ujarnya.

Menurut Indriaswati tidak adanya ancaman hukuman yang setimpal bagi pelaku kekerasan terhadap sesama warga negara berakibat tidak munculnya efek jera bagi pelaku. "Jika demikian, berarti pengadilan terancam gagal menjadi benteng terakhir bagi tegaknya perlindungan hak-hak warganegara pada umumnya," katanya.

Selain itu, berdasarkan analisa yang dilakukan oleh Koalisi Pemantau Peradilan (KPP), juga memperlihatkan adanya indikasi pelanggaran kode perilaku oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Pelanggaran terhadap peraturan kedinasan yang berlaku, akibat terpengaruh tekanan publik, memihak, dan tidak mempertimbangkan perlindungan HAM serta diskriminatif," tukasnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved