Sabtu, 4 Oktober 2025

Sidang Baasyir

Pemerintah Minta MK Tolak Permohonan Baasyir

Mualimin Abdi berpendapat, dalil yang dipakai Tim Kuasa Hukum terdakwa terorisme Abu Bakar Ba’asyir, tidaklah tepat.

Editor: Gusti Sawabi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Samuel Febriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Litigasi Kementerian Hukum dan HAM, Mualimin Abdi berpendapat, dalil yang dipakai Tim Kuasa Hukum terdakwa terorisme Abu Bakar Ba’asyir, dalam gugatan Pasal 21 Ayat 1 dan 95 Ayat 1 UU Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidaklah tepat.

"Argumentasi pemohon terhadap dalil yang dikemukakan tidak jelas dan kabur, pemohon juga tidak merinci secara tepat dan lengkap dasar hukum anggapan telah timbulnya kerugian hak-hak konstitusional pemohon," ujar Mualimin, saat memberikan keterangan dalam sidang pengujian UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana di gedung MK, Selasa (12/4/2011), siang.

Ia menguraikan, penggugat dalam permohonannya tidak menjelaskan secara rinci dalam hal apa dan bagaimana bentuk pertentangan (Kontradiksi) yang terjadi antara Pasal 21 Ayat 1 dan 95 Ayat 1 UU Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP), dengan Pasal 27 Ayat 1, Pasal 28D Ayat 1, 28G Ayat 1, Pasal 28I Ayat 2 UUD 1945.

Adapun pembatasan terhadap pelaksanan hak-hak setiap warga negara dimungkinkan sepanjang diatur oleh Undang-Undang. 
"Apabila pemohon merasa hak konstitusionalnya dibatasi oleh aparat penegak hukum, maka hal demikian menurut pemerintah telah sejalan dengan amanat konstitusi," katanya.

Dalil pemohon lalinnya, terkait proses penangkapan Abu Bakar Ba’asyir, yang dinilai berlebihan, menurut Mualimin tidak memiliki alsan dan maupun dasar hukum.

Diketahui dalam permohonannya, Baasyir melalui Kuasa Hukumnya menyebutkan, bahwa pada saat penangkapan, kaca mobil Abu Bakar Ba’asyir dipecahkan oleh aparat, dimana kejadian itu terjadi ketika Baasyir, beserta pengawalnya sudah digiring masuk ke dalam halaman kantor polisi di kota Banjar.

Namun, menurut Mualimin, ketika sudah berada di halaman kantor, penumpang dalam mobil malah mengunci dan bertahan di dalam mobil sehingga petugas Densus 88, langsung mengmbil tindakan dengan cara memecahkan kaca mobil dan memaksa seluruh penumpang keluar dari mobil dikarenakan kekhawatiran petugas mereka memiliki senjata api mengingat pasal yang disangkakan UU No 15/2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. 

"Untuk itu, kami meminta meminta majelis hakim menolak permohonan pengujian pemohon seluruhnya atau setidaknya menyatakan permohonan tidak dapat diterima,” tuturnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved