RUU Keistimewaan Yogyakarta
Yusril: RUUK DIY Semakin Simpel Semakin Baik
Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra mengatakan apabila konsep gubernur utama seperti yang ada di dalam RUUK DI Yogyakarta
"Menurut saya ini penyelesaian paling sederhana dan mungkin yang paling dapat diterima dalam menghadapi situasi Yogyakarta. Kalau kita menerima ada gubernur utama dan gubernur itu sebenarnya kita tidak tempatkan Yogya sebagai provinsi, tapi menempatkan Yogya sebagai negara bagian, yang sebenarnya pikiran kita tidak begitu," ujar Yusril saat Rapat Dengar Pendapat antara Komisi II DPR dengan Pakar Hukum di gedung DPR, Jakarta, Kamis (24/2/2011).
Menurut Yusril, Yogyakarta sebenarnya daerah istimewa, statusnya setingkat dengan provinsi dan disitu ada kepala daerah istimewa Yogyakarta yang bukan menjalankan kekuasaan sebagai monarki tapi menjalankan kekuasaan dengan otoritas sebagai bagian integral dari pemerintah Indonesia.
Apabila Sultan Hamengkubuwono X dan Paku Alam ditempatkan sebagai gubernur utama, lanjut Yusril, konsepnya akan sama seperti sultan-sultan melayu di generasi Malaysia.
Mantan Menteri Hukum dan HAM tersebut kembali menjelaskan, bahwa siapapun yang ditetapkan kerabat kesultanan itu sebagai sultan dialah yang menjadi sultan, seperti sultan Johor, sultan Selangor, sultan Pahang.
Akan tetapi menteri besar yang memerintah di negara bagian dipilih berdasarkan pemilu siapapun yang menang di dewan undangan negeri atau DPRD lokal itu otomatis dia diangkat oleh sultan sebagai menteri besar.
"Kalau memang ketentuan seperti itu kita akui sistem pemerintah monarki konstitusional dalam konteks negara bagian, sedangkan kita ini kan tidak begitu pemikirannya, memang agak berbeda. Malaysia itu struktur pemerintahannya federal, ada negara-negara bagian, ada sultan di tiap-tiap negara bagian kecuali Melaka, Sabah, Serawak, tapi kita menganut sistem negara kesatuan yang sebenarnya tidak mengakui keberadaan monarki itu," jelasnya.
Karena itulah, lebih jauh Yusril menjelaskan, buatlah Undang-undang yang paling simpel, pasalnya semakin simpel semakin baik.
"Buatlah simpel sedikit melihat Undang-undang Nomor 3 tahun 1950 dari dulu sampai sekarang aturan itu dipakai nyatanya tidak terjadi masalah apa-apa, masalah Sultan tetap rekruitmen (penetapan) kalau diatur lagi justru akan sensitif jadinya. Hanya saja harus ada pembahasan lebih jauh lagi," tandasnya.