Senin, 6 Oktober 2025

Tragedi Priok Berdarah

Kepala Satpol PP Trauma dengan Bentrok Koja

Bentrok fisik antara Satpol PP dan massa di

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Juang Naibaho
zoom-inlihat foto Kepala Satpol PP Trauma dengan Bentrok Koja
NURMULIAREKSO/TRIBUNNEWS.COM
Massa membakar fasilitas umum di sekitar lokasi bentrokan, Makam Mbah Priok, Koja Jakarta Utara, Rabu (14/4/2010).
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bentrok fisik antara Satpol PP dan massa di Koja, Jakarta Utara, yang menimbulkan korban tewas, benar-benar membuat Kepala Satpol PP Kepulauan Seribu Houtma Sinambela sulit melupakan detik demi detik kejadian naas tersebut. Akibat kejadian memilukan itu, hingga saat ini Houtma mengaku masih trauma.

"Sampai sekarang saya masih trauma. Saya baru bisa keluar hari ini. Saya masih ingat benar, saya lompat pagar tinggi sampai tiga kali. Setelah itu baru lewat laut naik perahu, karena saya memang warga Kepulauan Seribu," ucap Houtman Sinambela dalam diskusi bertajuk "Siapa Butuh Satpol PP?" di Jakarta, Sabtu (17/4/2010).

Houtman mengisahkan, eksekusi lahan makam Mbah Priok baru mulai dilakukan pada Rabu (14/4), sekitar 05.30 WIB, dengan menerjunkan 1750 anggota Satpol PP dari beberapa wilayah, termasuk dair Kepulauan Seribu. Baru sampai mengeruk bagian depan areal makam dan gapura, sekelompok orang mulai melakukan perlawanan. Lama-kelamaan, kelompok tersebut mendapat bantuan yang lebih besar dan membentuk massa yang tidak terkendali.

Sebagian massa yang mengacung-acungkan celurit dan parang, makin membuat Houtma sulit melupakan kejadian tersebut. "Bayangkan anggota saya tidak bersenjata, tapi dilawan dengan orang-orang yang mengacungkan samurai dan celurit. Bahkan sudah lempar bom molotov," ujar Houtman dengan nada mengebu-gebu.

Ia mengakui anggotanya sempat memberikan perlawanan, karena melihat ada anggota Satpol PP bernama Tadjudin sudah putus tangannya tersabet parang. "Anggota saya melihat Tadjudin tangannya sudah putus saat itu. Sebenarnya saat itu juga dia sudah meninggal. Kalau sudah begitu, siapa yang enggak cheos. Cuma masalah tanah gapura saja sampai seperti itu. Kami sebenarnya tidak menginginkan seperti itu terjadi," ujarnya.

Pada siang hari, massa mulai menguasai akses pintu masuk ke makam, yang merupakan jalan menuju Terminal Petikemas Koja. Ia dan anak buahnya harus tunggang langang menghindar dari serbuan massa, yang mulai membabi buta jika melihat ada anggota Satpol PP di lokasi kejadian. Apalagi, Houtma tahu jika anggota kepolisian dan TNI sudah lebih dulu lari meninggalkan teman-temannya .

Saat kejadian, istri Houtman hampir setiap jam menelponnya. Kepada Hotuman, sang istri mengaku merasa ketar-ketir akan keselamatannya. "Saya ditelpon terus sama istri. Tentu sitri saya sangat khawatir, apa saya masih selamat atau tidak. Kami sejak awal, sudah siap kalau memang harus mati," ucapnya.

Menjelang Maghrib, Houtman sempat mengkhawatirkan keselamatan anggotanya. Karena sempat menunggu beberapa menit sebelum ada speed boat yang menjemput. "Saat itu, saya cemas dan bingung juga. Mau bagaimana lagi kalau sudah di ujung," ujarnya.

Houtman mengaku tak terlalu memikirkan berapa miliar jumlah kerugian yang dialamai pihaknya. Ia lebih khawatir nasib anggotanya yang belum kembali. "Yang sudah kembali dengan saya lewat laut baru 877 dari 1750 orang. Saya dapat informasi ada 2 mayat lagi ditemukan. Tapi, kami belum tahu kebenarannya, " ujarnya.

Sebagai pimpinan Satpol PP Kepulauan Seribu, Houtma minta kepada anggota Satpol PP yang belum kembali, segera melapor ke Posko Pengaduan. Ia juga minta bantuan masyarakat agar melapor jika menemukan anggota yang sakit ataupun tewas. "Saya minta bantuan masyarakat untuk mencari dimana mayatnya. Kalau pun hanya tinggal kepalanya, beritahu kami," pintanya.

Ia akui, pada malam itu juga mendapat perintah dari atasan agar anggota Satpol PP tidak aktif sementara. Bahkan, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, anggota Satpol PP hanya berani mengenakan pakaian biasa. "Mereka tetap datang ke kantor, tapi pakai pakaian preman," ungkapnya.

Dalam diskusi tersebut, Houtman sempat tersulut emosinya. Pasalnya, Wakil Ketua Komnas HAM Nurkholis sempat melontarkan tudingan bahwa ada indikasi pelanggaran HAM ynag dilakukan Satpol PP dalam tragedi tersebut. "Saya sama warga negara. Seandainya yang meninggal ini warga? Siapa yang melanggar HAM di lapangan? Mereka memegang badik, celurit, bom molotov. Kami cuma pentungan saja untuk bertahan," jawabnya.

Tak terbesit di benak Houtman bahwa eksekusi lahan tersebut bakal cheos. Apalagi menimbulkan tiga rekannya tewas dengan naas.

Berkaca dari kejadian yang memilukan itu, Houtman mengaku bisa menerima jika Satpol PP dikoreksi dan dievaluasi. Houtman mengaku pasrah, jika masyarakat tidak lagi butuh Satpol PP. "Kalau masyarakat tidak butuh, yah monggo, silahkan. Tapi, siapa yang mau kalau jalan raya utama bakal banyak pedagang kaki lima," tutup Houtman.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved