Markus di Mabes Polri
Antara Gayus, Jaksa, Polisi, dan Kejanggalan Hukum
Gayus Halomoan Tambunan. Pegawai rendahan golongan IIIA di Direktorat Jenderal Pajak tersebut tiba-tiba menjadi terkenal beberapa minggu terakhir. Adalah mantan Kabares
Ditemukan Kejanggalan
Keyakinan dan suara-suara pembenaran Polri dan Kejaksaan mulai goyah saat Satgas Mafia Hukum mulai gencar menemukan adanya kejanggalan dalam penanganan kasus itu. Jaksa Agung mengungkap ada yang salah dan janggal dalam sistem penanganan kasus itu. Jaksa Agung, Hendarman Supandji pun merasa ada aliran dana ke para jaksanya yang menangani kasus itu. "Tapi ini kan bukan soal rasa. Tapi soal pembuktian," tutur Jaksa Agung.
Hal senada diungkapkan Kapolri, Jenderal Bambang Hendarso Danuri. "Ada kasus dengan predicate crime korupsi, tapi tidak dilakukan penahanan sama sekali. Itu indikasi ada sesuatu. Lalu ada tersangka lain yang belum dilimpahkan," ungkap Kapolri mengenai kejanggalan yang dimaksudnya, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (24/3/2010) lalu.
"Sudah ada surat edaran Kapolri (yang mengatakan) itu (Gayus) mutlak harus ditahan. Tapi itu tidak ditahan, tapi berkasnya terus maju. Satu lagi, inisial R tidak ditahan tidak juga diperiksa. Itu indikasi (pelanggaran) ," katanya.
Pembenaran dan usaha meyakinkan Polri semakin terlihat goyah setelah PPATK, melalui Ketuanya Yunus Husein, membantah semua keterangan Polri dalam keterangan persnya. Pertama terkait banyaknya pelaporan yang dilakukan PPATK terkait transaksi mencurigakan di rekening Gayus. PPATK mengungkap mereka empat kali melapor, yaitu pada 18 Maret 2009, 16 Juni 2009, dan 14 Agustus 2009, dan Maret 2010. Bukan tiga kali seperti yang didengungkan Polri sebelumnya.
Lalu kedua pada hal jumlah pihak yang terdeteksi melakukan transaksi mencurigakan pada rekening Gayus. "Ya nggak (cuma dua), dua itu terlalu sedikit," ujar Yunus Husein di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (24/3). Kalau terlalu sedikit, berarti berapa? "Kamu pikir saja. Saya lapor empat kali. Banyak sekali (transaksinya) berarti," katanya lagi.
Kalau lebih dari dua bisa lima ya pak? "Yang jelas, kalau orang (perorangan) yang di situ (transaksi antarrekening) ya banyak," tandasnya.
Polri lalu meresponnya melalui Direktur II Ekonomi Khusus, Brigjen Raja Erizman dan Kadiv Humas Polri Edward Aritonang. "(Ada) Banyak transaksi lain. Semua sudah dikonfirmasi penyidik. Semua jumlahnya 19 transaksi yang sedang kita dalami," kata Raja Erizman, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (24/3).
"Itu (kemarin) masih simultan berjalan. Masih banyak (dari kasus) itu yang kami kembangkan dan belum kami laporkan ke publik untuk keperluan penyidikan. Kami masih terus menelusuri (tudingan praktek markus) itu. Jadi bukan mencoba menghilangkan," kilah Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Edward Aritonang menjawab mengapa pernyataan Polri lalu berubah pasca pengungkapan Ketua PPATK itu.
Edward membenarkan PPATK melapor empat kali. Adapun laporan keempat dari PPATK itu, dilakukan setelah pembacaan vonis Gayus pada 12 Maret lalu. Laporan keempat PPATK itu kini masih terus ditelusuri Polri. Apa ada menyebutkan data transaksi aliran uang Rp 24,6 miliar itu kemana? Polri mengaku tak dapat menjawabnya karena ada kewenangan perbankan yang tak memperbolehkan Polri mengungkapnya.
Edward juga mengakui jika terdapat lebih dari tiga transaksi mencurigakan yang dilaporkan PPATK pada rekening Gayus. Transaksi itu juga diakui berasal dari banyak pihak dan bukan dua pihak saja yaitu Roberto Santonius dan PT Megah Cipta Jaya Garmindo. "Tapi yang bisa dibuktikan sebagai dari hasil kejahatan ya memang hanya transaksi dari dua pihak itu," kukuh Polri melalui Edward membenarkan pernyataan penyidik Polri sebelumnya.
Sementara, Yunus secara tegas menyatakan penyidik Polri dan tim jaksa peneliti seharusnya menyidik keseluruhan uang senilai Rp 25 miliar di rekening Gayus Tambunan. "Kami pertanyakan kenapa yang jumlah itu (Rp 24,6 milliar) kok tidak masuk dalam perkara. Kenapa bisa seperti itu?" kata Yunus di Mabes Polri, Jakarta, Rabu lalu.
"Harusnya informasi (adanya transaksi mencurigakan senilai Rp 25 miliar) itu dipergunakanlah untuk penyelidikan. Itu (Rp 24,6 miliar) yang kami minta (harusnya juga) ditindaklanjuti (sewaktu melapor). Itu (uang senilai Rp 24 milliar) Ya (layak disidik). Itu kan berasal dari laporan kami. (Tapi) Layak atau tidak penyidik yang menentukan. Saya hanya memberi informasi saja," katanya lagi.
Terkait statement penyidik dan Polri yang mengatakan proses penanganan kasus Gayus telah profesional dan on the track serta tidak ditemukan adanya praktik mafia hukum dan pelanggaran profesi dalam penanganannya, Edward kembali berkilah. "Saya ingat perkataan saya. Saya bilang belum ditemukan. Bukan tidak ditemukan (pelanggaran dan kejanggalan adanya praktik mafia hukum). Karena itu (proses hukum kasus Gayus) masih terus berjalan," tegasnya.
Susno Jadi Tersangka
Polri sendiri justru menetapkan Susno sebagai terperiksa karena melanggar kode etik dengan mangkir dari jam kerja selama 78 hari. Polri juga menjadikan Susno tersangka dalam kasus pencemaran nama baik Brigjen Edmon Ilyas dan Brigjen Raja Erizman karena pernyataannya yang mengungkap kedua jenderal itu menikmati uang senilai Rp 24 miliar. Bola kasus Gayus semakin liar dengan ungkapan Polri yang mengaku terus memburu Andi Kosasih untuk mencari tahu kemana aliran dana senilai Rp 24,6 miliar pascapemblokiran dibuka.
"Yang jelas dari PPATK itu nggak ada ke penyidik," kata Wakabareskirm Irjen Dikdik Mulyana Arief Mansyur, Kamis (25/3). Sebelumnya Polri mengungkap bahwa dari hasil penyelidikan dana itu diketahui bukan milik Andi Kosasih. Andi berbohong untuk membuat money laundering yang dituduhkan pada Gayus tak terbukti dan mendapat bayaran kurang dari Rp 2 miliar untuk kebohongannya itu. Polri juga memburu alasan kenapa Gayus tidak ditahan, yang muara kesalahannya terhampar di antara penyidik, pimpinan penyidik dan Kabareskrim yang kala itu dijabat Susno. Lalu kemana bola liar Gayus kemudian akan bergulir? Adakah kebenaran akan terungkap?(*)