Rabu, 1 Oktober 2025

Kisah Warga Jakarta Bertahan Hidup Tinggal di Kolong Tol Bertahun-tahun, Bau Busuk Dianggap Biasa

Kehidupan bertahun-tahun warga Jakarta yang tinggal di kolong tol yang bau dan jauh dari kata sehat.

Editor: Hasanudin Aco
Gerald Leonardo Agustino/TribunJakarta
Potret kehidupan masyarakat miskin di kolong Tol Angke, Jakarta Barat, Sabtu (30/11/2024). 

 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Provinsi Jakarta mulai merelokasi 14 keluarga yang tinggal di kolong Tol Angke, Jakarta Barat.

Relokasi dilakukan ke Rumah Susun (Rusun) Rawa Buaya pada Sabtu (30/11/2024).

Warga ber-KTP Jakarta yang telah direlokasi akan diberikan hak istimewa oleh Peprov Jakarta

Mereka diberikan kebebasan biaya rusun selama enam bulan.

Tidak hanya itu, bahkan bantuan berupa sembako juga diberikan dari Pemprov Jakarta untuk mereka.

Mereka adalah warga Jakarta yang telah hidup bertahun-tahun lamanya di bawah kolong tol.

Kolong Tol Angke menjadi salah satu lokasi yang disasar pemerintah pusat dan daerah dalam rencana penataan itu.

Di sana, tinggal 685 jiwa yang setiap hari terlelap hanya sejengkal di bawah beton raksasa infrastruktur kota Jakarta.

Pintu masuk tempat tinggal warga di Kolong Tol Angke Jakarta.
Pintu masuk tempat tinggal warga di Kolong Tol Angke Jakarta.

Kehidupan Warga Bawah Kolong Tol

TribunJakarta.com menelusuri kondisi terakhir kolong Tol Angke pada Sabtu (30/11/2024) sore atau beberapa jam setelah dimulainya proses relokasi sejak Sabtu pagi.

Proses relokasi dilakukan secara bertahap sehingga hingga Sabtu sore masih ada puluhan kepala keluarga yang menempati gubuk-gubuk liar di kolong tol itu.

Untuk masuk ke dalam permukiman kolong tol, warga harus melewati Jalan Inspeksi Kali Ciliwung.

Susunan tembok beton yang memanjang lebih dari 1 kilometer menjadi pembatas antara jalan inspeksi dengan area kolong tol.

Di sepanjang tembok beton itu terdapat celah sempit yang dijadikan akses masuk bagi warga dari jalan inspeksi ke “rumah-rumah” mereka di kolong Tol Angke.

Setelah memasuki celah sempit dari tembok itu, berjalan sekitar 10 meter ke depan akan terlihat bagian sisi jalan tol.

Di bawah jalan tol itu lalu telihat sebuah celah masuk yang dijadikan akses bagi warga untuk pulang ke gubuk masing-masing.

Pengamatan di lokasi, jarak antara bagian bawah beton jalan tol dengan tanah di bawahnya yang dijadikan akses utama ke permukiman itu hanya sekitar 1 meter.

Potret kehidupan masyarakat m 024).  f
Potret kehidupan masyarakat miskin di kolong Tol Angke, Jakarta Barat, Sabtu (30/11/2024).

Sehingga siapapun yang masuk melalui celah itu tidak bisa berjalan dengan normal alias harus menunduk, bahkan berjongkok, supaya sampai ke permukiman.

Di sanalah terlihat mirisnya tempat tinggal warga.

Mereka tidur dengan kasur-kasur yang digelar di atas tanah dengan langit-langit berupa beton jalan tol.

Di sana juga minim penerangan.

Untuk aromanya sudah pasti tak sedap bau busuk karena di kolong tol itu juga tampak banyak sampah berserakan.

Tinggal di Kolong Tol yang Bau

Apin baru saja bangun tidur saat awak media berkunjung ke gubuknya, Sabtu sore.

Ia bertelanjang dada, mengungkapkan bahwa dirinya masih menunggu kabar selanjutnya tentang rencana relokasi dan uang kerohiman yang bakal diberikan pemerintah kepada warga kolong tol.

“Saya berharap yang terbaik saja. Nggak bisa banyak komentar,” ungkapnya kepada wartawan.

Apin tinggal di bawah kolong tol dengan memanfaatkan celah sempit itu untuk membikin kamar.

Di sana, ia tinggal bersama anak laki-lakinya, dalam sebuah ruang sempit yang hanya dilengkapi satu lampu penerangan serta sebuah kipas angin.

Mariyam (60) sedang asyik menyantap mie instan di gubuk liar lainnya di bawah kolong tol itu.

Ia lahap sekali melahap mie instan yang masih panas, sambil menatap layar TV tabungnya, ditemani cucunya.

“Saya sudah tinggal di sini dari tahun 1970-an,” kata Mariyam.

Mariyam tinggal bersama empat anggota keluarganya di celah kolong tol yang lebih lebar dan luas dibanding gubuk Apin.

Di sana, Mariyam bertahan hidup dengan cara berjualan makanan dan minuman ringan.

Kemiskinan sudah menjadi makanan sehari-hari Mariyam puluhan tahun lamanya.

Mariyam sebenarnya agak berat hati ketika tahu bahwa dirinya bersama ratusan warga lainnya bakal direlokasi pemerintah ke rumah susun.

Mariyam adalah salah satu warga ber-KTP DKI Jakarta yang memenuhi syarat untuk dipindah ke rumah susun, dengan biaya sewa gratis selama enam bulan ke depan.

“Dulu pernah dipindah ke rumah susun, cuman nggak sanggup bayar, akhirnya balik lagi ke sini, ya kalau sekarang pasrah sajalah,” ucapnya.

Mariyam mengaku pernah pindah ke rumah susun di Kapuk Muara beberapa tahun lalu tapi akhirnya kembali menempati kolong tol karena terlalu berat mengeluarkan uang untuk bayar sewa hunian.

Sementara di kolong tol, ia hanya mengeluarkan uang untuk membayar listrik, entah membayar ke siapa.

Itu pun harus terseok-seok.

Sambil menyantap mie instan dan menyeruput kuah gurihnya, Mariyam menyatakan bakal pasrah atas keputusan pemerintah merelokasi penghuni kolong Tol Angke.

Yang penting, pemerintah bisa menjamin bahwa warga yang direlokasi bisa mendapatkan kesempatan untuk bekerja ataupun membuka usaha di rumah susun tempat mereka dipindahkan nantinya.

Lain lagi dengan Julianto (29), seorang buruh harian lepas yang tinggal bersama anak dan istrinya di kolong tol itu.

Suara berisik dari mobil-mobil yang melintas di atas kepalanya tak lagi menjadi masalah, karena Julianto sudah tinggal di kolong tol itu sejak masih kecil.

“Berapa lamanya nggak tahu tapi sudah dari kecil tinggal di sini,” ucapnya.

Secara keabsahan dokumen, Julianto bukan merupakan warga Jakarta.

Ia adalah pendatang dari Pekalongan, Jawa Tengah, seperti yang tercantum di KTP-nya.

Seperti prinsip banyak orang, Julianto mempercayai bahwa yang paling penting dalam hidup adalah menjalaninya, apapun keadaannya.

Termasuk ketika pemerintah memintanya angkat kaki dari kolong tol itu, Julianto pun pasrah dan terpaksa menjalaninya.

“Nggak bisa ngomong apa-apa sih, pasrah aja. Namanya ini punya pemerintah, kita numpang, ya sudah,” kata Julianto seraya menghisap rokok kreteknya.

Berbeda dengan Mariyam, Julianto yang ber-KTP non-DKI Jakarta tak memenuhi syarat mendapatkan rusun gratis selama enam bulan.

Ia pun harus memanfaatkan uang Rp 2 juta yang telah disepakati sebagai uang kerohiman pemberian dari pemerintah untuk mencari tempat tinggal sebulan-dua bulan ke depan.

“Memang sudah dipikirkan jauh-jauh hari sih, nanti mau cari kontrakan saja,” ucap Julianto.

“Tapi kalau ternyata berubah, misalnya diberi kesempatan menempati rusun ya saya terima saja,” katanya berharap.

Penyerahan Kunci Rusun

Relokasi yang dilakukan sejak Sabtu (30/11/2024) pagi dilanjutkan dengan penyerahan kunci hunian rumah susun kepada warga yang direlokasi, Sabtu sore.

Secara simbolis, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, menyerahkan kunci kepada beberapa warga eks penghuni kolong Tol Angke yang kini berkesempatan menghuni Rusunawa Rawa Buaya di Cengkareng, Jawa Barat.

Dalam tahap pertama relokasi, pemerintah memindahkan sebanyak 44 KK warga eks kolong Tol Angke yang terdiri dari 120 jiwa.

Pemindahan akan dilakukan secara bertahap di hari-hari berikutnya.

"Kita berharap, bukan hanya memindahkan tempat tidurnya, tapi memindahkan juga ruang untuk bisa bekerja, termasuk beribadah yang lebih baik lagi dan kualitas hidup," kata AHY.

Wali Kota Jakarta Barat Uus Kuswanto mengatakan, secara total ada sebanyak 227 KK atau sedikitnya 685 jiwa yang terdata sebagai penghuni kolong tol itu, 98 di antaranya tidak memiliki KTP DKI Jakarta.

Dijelaskan Uus, pemerintah menyiapkan uang kerohiman kepada mereka yang bukan ber-KTP Jakarta.

Uang kerohiman yang nominalnya masih belum disepakati secara resmi itu diharapkan menjadi bekal bagi mereka untuk mencari tempat tinggal setidaknya dalam dua bulan ke depan.

“Non-KTP DKI tadi sudah dicarikan solusi, mereka ada yang pulang kampung tapi tetap kita berikan uang untuk sewa (hunian) dan selama 2 bulan mereka dikasih uang untuk sewa di lokasi terdekat,” jelas Uus.

“Karena mereka rata-rata juga memiliki penghasilan, pendapatan, namun mereka mungkin sudah terbiasa di sini dan sekarang tempatnya akan kita manfaatkan, pergunakan, atau mungkin disterilkan sehingga warga masyarakat di kolong tol sudah tidak ada lagi di DKI Jakarta,” sambung dia.

Sementara itu, terkait rencana penataan kolong tol ke depannya, pemerintah daerah sedang memberikan saran dan masukan kepada pemerintah pusat tentang fasilitas apa yang bakal bermanfaat untuk dibangun di bawah beton raksasa itu.

Dijelaskan Uus, pemerintah mempertimbangkan untuk menjadikan kolong Tol Angke sebagai ruang interaktif bagi masyarakat.

“Mungkin buat sarana olahraga, taman untuk bermain atau mungkin di situ bisa dijadikan tempat UMKM yang bisa memberdayakan masyarakat ya,” katanya.

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Sejengkal di Bawah Beton Raksasa: Potret Kehidupan Masyarakat Miskin Jakarta di Kolong Tol Angke

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved