Respons Masyarakat Sikapi Wacana Kenaikan Tarif KRL Commuterline
Diketahui, KRL Commuterline merencanakan kenaikan tarif menjadi Rp 5.000 dari sebelumnya Rp 3.000 untuk perjalanan 25 kilometer pertama.
Dia merinci, jika bekerja di daerah Jakarta Pusat dan kembali ke rumah di wilayah Bekasi, akan sangat jauh dan memakan waktu.
Terlebih, sambung dia, arus lalu lintas di Jakarta dan sekitarnya pada saat jam pulang kerja menjadi sangat padat.
“Kalau selain KRL waktu tempuh bisa jadi beda, lebih lama,” katanya.
Masyarakat Menolak
Sementara itu, suara penolakan pun banyak terlontar dari masyarakat.
Doni Marlen menjadi seorang yang menolak wacana kenaikan tarif KRL Commuterline.
Menurut dia, kenaikan tarif KRL menjadi Rp 5.000 akan memberatkannya.
“Saya kurang setuju,” kata Pria yang sehari-hari berdagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat ini.
Doni menjelaskan untuk saat ini penjualan di tokonya masih belum stabil.
Kemudian, lanjut dia, jika dihitung Rp 5.000 per bulan, pengeluarannya untuk transportasi akan melonjak.
“Keadaan juga kaya begini, apalagi tarif dinaikin jadi Rp5.000, sudah berapa untuk sebulan,” ucapnya.
Baca juga: Tarif KRL Akan Naik Jadi Rp 5.000, Kemenhub: Masih dalam Kajian
“Setiap hari tiket kereta PP (pulang-pergi) bisa Rp 10 ribu. Rp 5.000 kali 30 saja bisa Rp 150.00. Benar-benar enggak setuju,” ujar Doni.
Dia pun memberi opsi, agar kenaikan tarif KRL Commuterline hanya menjadi Rp 3.500 atau Rp 4.000.
Menurut dia, angka itu tidak sebanyak jika kenaikan tarif menjadi Rp 5.000.
“Asal jangan sampai 5.000, ketinggian banget. Apalagi buat kita berdagang begini kan. Jualan juga belum bisa ramai kaya dahulu,” ucapnya.