Selasa, 30 September 2025

Ujaran Kebencian

Ahli Bahasa: Pernyataan Jumhur soal Primitif Investor dan Pengusaha Rakus Bisa Timbulkan Keonaran

Dalam keterangan di persidangan, Andita mengatakan bahwa pernyataan Jumhur tentang primitif investor dan pengusaha rakus memiliki konotasi negatif.

Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
screenshot
Pentolan KAMI Jumhur Hidayat dengan kedua tangan terborgol, keluar dari ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (5/4/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang penyebaran hoaks dengan terdakwa Jumhur Hidayat pada Senin (19/4/2021) siang ini.

Adapun agenda yakni mendengarkan keterangan ahli dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Ahli Linguistik Forensik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Andita Dutha Bachari dihadirkan di ruang persidangan.

Dalam keterangan di persidangan, Andita mengatakan bahwa pernyataan Jumhur tentang primitif investor dan pengusaha rakus memiliki konotasi negatif.

"Karena primitif bermakna terbelakang dan siapa pun tak mau disandingkan kata rakus karena itu bermakna tak ada kenyangnya. Lalu di situ, ada frasa dapat ya, ada potensi keonaran, karena unsur dapat itu," ujar Andita di persidangan, Senin (19/4/2021).

Ditambahkan Andita, dirinya sebagai ahli membedahnya menggunakan teori pragmatik.

"(Teori pragmatik) melihat bahasa sebagai tindak tutur, bukan sebagai struktur belaka. Dalam pramatik, harus dilihat keterkaitan antara si penutur maupun si penerima," katanya.

Dalam setiap tuturan bahasa, kata dia, haruslah diperhatikan tujuannya dan dilakukan secara kehati-hatian.

Jika dikaitkan dengan kasus Jumhur, Andita mengatakan kalau pernyataannya itu tanpa kehati-hatian dan saat dia mengutip salah satu media massa, dia membiarkan dirinya menerima kesalahan itu.

Sebabnya, media massa yang memberitakan tentang 35 investor asing telah dibantah sebagai tak benar.

"Secara harfiah media massa tersebut juga bisa disebut salah karena sudah berbohong, hanya saja dalam kontek menyiarkan dia bisa dikenakan pasal telah menyebarkan berita hoaks," kata Andita.

"Sepanjang yang saya tahu, jadi itu kalau ada yang dirugikan perlu ditandatangani dahulu oleh Dewan Pers (kalau soal media massa)," pungkas Andita.

Baca juga: Jumhur Hidayat Jalani Ramadan di Rutan: Waktu Mahasiswa Saya Juga Pernah Lebaran di Penjara

Diketahui, Jumhur Hidayat didakwa menyebarkan berita bohong dan membuat keonaran lewat cuitan di akun Twitter pribadinya, terkait Undang - Undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Jaksa menilai cuitan Jumhur ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), dalam hal ini golongan pengusaha dan buruh.

Akibat dari cuitannya itu, timbul polemik di tengah masyarakat terhadap produk hukum pemerintah. Sehingga berdampak pada terjadinya rangkaian aksi unjuk rasa yang dimulai pada 8 Oktober 2020, hingga berakhir rusuh.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan