Senin, 6 Oktober 2025

Kasus Mutilasi di Bekasi

Pelaku Nekat Mutilasi karena Kerap Dipaksa Berhubungan, Psikolog Forensik: Dia Adalah Korban

Psikolog forensik mengungkap pelaku mutilasi adalah korban kejahatan seksual karena kerap dipaksa melayani nafsu birahi berulang kali.

Penulis: Inza Maliana
TribunJakarta.com/Yusuf Bachtiar
Kediaman pelaku mutilasi di Kelurahan Jakasampurna, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi. Psikolog forensik mengungkap pelaku mutilasi bisa menjadi korban kejahatan seksual karena dipaksa melayani nafsu birahi berulang kali. 

TRIBUNNEWS.COM - Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menanggapi terungkapnya motif kasus mutilasi di Bekasi, Jawa Barat.

Diketahui, pelaku berinisial AH nekat membunuh dan memutilasi DS (24) karena merasa kesal.

Pasalnya, AH yang masih berusia 17 tahun kerap dipaksa melayani nafsu birahi korban.

Baca juga: Remaja Mutilasi Pria di Bekasi Diduga Kesal Dipaksa Berhubungan, Tetangga Beberkan Kesaksian

Reza menuturkan, terungkapnya motif ini bisa diartikan, AH juga menjadi korban kejahatan seksual.

"Pemutilasi dikabarkan berumur 17 tahun, berarti masih berusia anak-anak."

"Mengaku membunuh karena dipaksa melakukan kontak seks berulang kali, berarti (AH) korban kejahatan seksual," ujar Reza kepada Tribunnews, Rabu (9/12/2020).

Reza Indra Giri Amel
Ahli Psikologi Forensik dan Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) , Reza Indragiri Amriel (TRIBUNNEWS)

Ia pun mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut kejahatan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa.

Untuk itu, Reza mengatakan pelaku pemutilasi ini juga sebagai korban yang harus dilindungi.

"Kata Presiden Jokowi, kejahatan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa."

Baca juga: Kasus Mutilasi di Kalimalang Bekasi, Pelaku dan Korban Saling Kenal Berawal dari Ban Motor Bocor

"Kalau begitu, dalam kasus mutilasi Kalimalang ini, alih-alih berstatus sebagai pelaku, boleh jadi dia adalah korban," terang Reza.

Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) ini juga menyebut AH bisa berstatus ganda.

Pasalnya, selain memutilasi, ia juga termasuk ke dalam korban kejahatan luar biasa.

Tempat pembuangan sementara Jalan Gunung Gede Raya, Kayuringin, Kota Bekasi, Senin (7/12/2020). Sempat mengira kantung plastik berisi potongan tubuh merupakan sampah rongsokan, petugas pengangkut sampah terkejut temukan potongan tubuh manusia.
Tempat pembuangan sementara Jalan Gunung Gede Raya, Kayuringin, Kota Bekasi, Senin (7/12/2020). Sempat mengira kantung plastik berisi potongan tubuh merupakan sampah rongsokan, petugas pengangkut sampah terkejut temukan potongan tubuh manusia. (TRIBUNJAKARTA/YUSUF BACHTIAR)

"(AH) korban kejahatan luar biasa! dan korban kejahatan seksual, mengacu UU Perlindungan Anak, harus mendapat perlindungan khusus."

"Anggaplah dia berstatus ganda: pelaku sekaligus korban. Lantas status manakah yang didahulukan? Pendapat saya, status korbannya didahulukan," ujar Reza.

Oleh sebabnya, ia berharap AH tidak hanya ditangani oleh kepolisian saja.

Baca juga: Polisi Ungkap Sosok Remaja Pelaku Kasus Mutilasi di Bekasi: Pengamen Sekaligus Manusia Silver

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved