Penggugat Anies Baswedan Disebut Dapat Tekanan, DPRD DKI: Korban Harus Berani Membuka ke Polisi
Anggota DPRD DKI Jakartamemberikan tanggapannya terkait dugaan adanya tekanan yang diterima penggugat Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
TRIBUNNEWS.COM - Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Justin Adrian Untayana memberikan tanggapannya terkait dugaan adanya tekanan yang diterima penggugat Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Diketahui, tiga dari lima penggugat yang merupakan korban banjir tidak hadir dalam sidang perdana gugatan korban banjir di PN Jakarta Pusat, Senin (3/2/2020).
"Kalau benar intimidasi tersebut terjadi, sangat menyesalkannya," ujar Justin saat dihubungi Tribunnews, Selasa (4/2/2020).
Menurut Justin, hendaknya korban melaporkan ke pihak berwenang jika memang menerima tekanan tersebut.

"Mendorong agar korban melapor kepada lembaga yang relevan, seperti Lembaga Perlindungan Saksi maupun kepolisian," ungkapnya.
Mengenai isu adanya tekanan dari Pemprov DKI, Justin mengungkapkan korban harus memberikan keterangan sejelas-jelasnya kepada pihak berwenang.
"Bilamana intimidasi tersebut juga turut dilakukan oleh aparat Pemprov, juga sebaiknya dibuka oleh korban," ujar Justin.
Justin menyebut, setiap orang bertanggung jawab untuk mengambil peranan untuk memperbaiki sistem.
"Perjuangan kita melawan sistem yang buruk, adalah upaya terbaik yang dapat kita lakukan untuk menghasilkan kehidupan bernegara yang lebih baik untuk anak cucu kita," ungkapnya.
Dalam sidang perdana gugatan class action tersebut, lima orang perwakilan korban banjir dijadwalkan akan hadir.
Kelimanya mewakili masing-masing wilayah administrasi DKI Jakarta.
Akan tetapi, hanya perwakilan dari Jakarta Pusat dan Jakarta Utara yang hadir.
Perwakilan dari Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat tidak hadir.
Anggota Tim Advokasi Korban Banjir Jakarta 2020 Azas Tigor Nainggolan mengungkapkan, tiga warga yang menjadi perwakilan tidak hadir karena disinyalir menerima intimidasi.
"Ada imbauan supaya mereka mencabut, jadi ada perasaan tertekan dari perwakilan anggota kelas itu," ungkap Tigor di persidangan, dilansir Warta Kota.
Tigor pun meminta waktu kepada majelis hakim, untuk menanyakan kembali kesediaan tiga perwakilan penggugat class action banjir itu.
Apabila tidak bersedia, dia mengatakan tim advokasi akan mencari pengganti.
Majelis hakim pun memberikan waktu selama dua minggu kepada penggugat dan tergugat.
Waktu tersebut dapat digunakan kedua belah pihak untuk melengkapi berkas legal standing dan mendatangkan perwakilan penggugat.
Sidang direncanakan akan kembali digelar pada Senin (17/2/2020) dua pekan mendatang.
Sementara itu diketahui dalam persidangan tersebut diketuai oleh Panji Surono, dan didampingi dua hakim anggota.
Sidang digelar di ruang sidang PN Jakarta Pusat.
Diketahui sebelumnya, sebanyak 243 orang korban banjir Jakarta pada awal 2020 menggugat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Para korban itu memberikan kuasa kepada Tim Advokasi Korban Banjir Jakarta 2020.

Isi Gugatan
Tigor menekankan pihaknya melayangkan gugatan atas kelalaian Anies Baswedan.
Anies Baswedan dinilai lalai dalam mempersiapkan warga Jakarta untuk menghadapi banjir.
"Gugatan kami ini bukan menggugat banjir itu, yang kami gugat kelalaian Gubernur Jakarta, Pemprov Jakarta untuk mempersiapkan warga Jakarta menghadapi banjir yang akan melanda Jakarta," ujar Azas Tigor kepada Tribunnews, Rabu (15/1/2020).
Azas Tigor menjelaskan pihaknya tidak menggugat tentang terjadinya banjir di Jakarta.
"Bukan banjirnya secara teknis. Kalau banjir secara teknis, penanggulangannya jelas, misal sungai diberesin, ruang terbuka hijau diberesin, bikin tanggul, waduk, segala macem."
"Yang kami gugat adalah persiapan menghadapi banjir," tegasnya.
Azas Tigor menilai, seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki dua sistem dalam menghadapi bencana.
Dua sistem tersebut adalah early warning system atau peringatan dini dan emergency response system atau sistem bantuan darurat.
"Dua sistem ini tidak dilakukan. Kalau ini dilakukan kerugiannya akan lebih kecil," ungkapnya.
Dengan adanya sistem peringatan dini, Azas Tigor menilai masyarakat akan lebih bersiap.
"Warga pasti akan lebih bersiap. Akan kemas-kemas barang," ujarnya.
Kemudian dengan sistem bantuan darurat, Azas Tigor mengungkapkan evakuasi masyarakat terdampak akan dilakukan secara optimal.
"Kalau Pemprov membangun sistem bantuan darurat, pasti udah nyiapin tempat evakuasi, jalur evakuasi, sistem bantuan seperti apa. Ini kan warga evakuasi sendiri," ungkapnya.
"Nah, ini yang kami gugat, bukan banjir secara teknis," lanjutnya.
Sementara itu, gugatan yang ditujukan kepada Anies Baswedan senilai Rp 42,3 miliar.
"Kami mendapat pengaduan dari 243 orang. Dari 243 orang itu kerugiannya setelah kami total mencapai Rp 42,3 miliar. Itu bukan total kerugian semua korban banjir," ujarnya.
Sedangkan untuk perkiraan kerugian seluruh korban banjir, Azas Tigor mengungkapkan besarnya bisa mencapai Rp 1 triliun.
"Rp 1 triliun itu bukan gugatan, tapi perkiraan kerugian akibat banjir yang dialami warga Jakarta secara keseluruhan," ujarnya.
(Tribunnews.com/W Gilang Putranto) (Wartakotalive/Glery Lazuardi)