Minggu, 5 Oktober 2025

Polisi Hentikan Kasus Ibu Bunuh Anak di Cakung karena Tersangka Alami Gangguan Jiwa

Keputusan itu diambil setelah polisi menerima hasil tes psikologis tersangka L di RS Polri Kramat Jati yang menyatakan L mengalami gangguan jiwa.

Editor: Choirul Arifin
tribunnews.com
Ilustrasi 

Jadi, dalam alasan pemaaf dilihat dari sisi orang/pelakunya (subjektif). Misalnya, lantaran pelakunya tak waras atau gila sehingga tak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya itu (Pasal 44 KUHP).

Mengenai alasan pemaaf dapat dilihat dari bunyi Pasal 44 ayat (1) KUHP:

“Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.”

Kemudian, Pasal 44 ayat (2) KUHP berbunyi:

“Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, maka dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa.”

Menurut R Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 60-61), sebab tidak dapat dihukumnya terdakwa berhubung perbuatannya tidak dapat dipertanggung-jawabkan kepadanya adalah karena:

a. Kurang sempurna akalnya. Yang dimaksud dengan perkataan “akal” di sini ialah kekuatan pikiran, daya pikiran, dan kecerdasan pikiran.

Orang dapat dianggap kurang sempurna akalnya, misalnya idiot, imbicil, buta-tuli, dan bisu mulai lahir. tetapi orang-orang semacam ini sebenarnya tidak sakit, tetapi karena cacat-cacatnya sejak lahir, maka pikirannya tetap sebagai kanak-kanak.

b. Sakit berubah akalnya. yang dapat dimasukkan dalam pengertian ini misalnya sakit gila, histeri (sejenis penyakit saraf terutama pada wanita), epilepsi, dan bermacam-macam penyakit jiwa lainnya.

Berkenaan dengan kondisi kejiwaan terdakwa, menurut R Soesilo (hal. 61), hakim lah yang berkuasa memutuskan tentang dapat tidaknya terdakwa dipertanggungjawabkan atas perbuatannya itu, meskipun ia dapat pula meminta nasihat dari dokter penyakit jiwa.

Jika hakim berpendapat bahwa bahwa orang itu betul tidak dipertanggungjawabkan atas perbuatannya, maka orang itu dibebaskan dari segala tuntutan pidana (ontslag van alle rechtsvervolgin).

Namun untuk mencegah terjadinya hal serupa yang membahayakan baik keselamatan orang gila tersebut maupun masyarakat, hakim dapat memerintahkan agar orang tersebut dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa selama masa percobaan maksimum satu tahun, untuk dilindungi dan diperiksa.

Pasal ini tidak menjelaskan keharusan dokter penyakit jiwa memberikan nasehatnya di persidangan.

Jadi, tidak heran bahwa dalam praktiknya nasihat dari dokter penyakit jiwa dapat didapat dari keterangannya di persidangan, dan didapat juga dari surat medis dari rumah sakit tempat diperiksanya terdakwa.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved