Selasa, 30 September 2025

Kisah Aziz Penarik Sampan di Kali Ciliwung yang Mampu Sekolahkan 3 Anak Sampai Sarjana

Azis (49) hanya lah seorang pria biasa yang menggantungkan hidupnya selama 32 tahun di pinggiran Kali Ciliwung

Warta Kota/Rangga Baskoro
Aziz ketika ditemui di Jalan Bukit Duri, Jakarta Selatan, Selasa (29/1/2019) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sambil menarik seutas tali menggunakan dua tangannya, pria berbaju kuning itu berusaha meminggirkan sampannya ke tepian Kali Ciliwung

Bukan seorang nahkoda mahir yang bertindak sebagai kapten di sampan tersebut.

Baca: Sebanyak 40 Personel Gabungan Diturunkan Cari Korban Hanyut di Sungai Ciliwung

Azis (49) hanya lah seorang pria biasa yang menggantungkan hidupnya selama 32 tahun di pinggiran Kali Ciliwung.

Tak adanya jembatan penghubung antara Bukit Duri menuju Kampung Pulo dimanfaatkan Azis untuk mengais rezeki.

Perahu kecil yang dibuatnya sebagai sarana transportasi penyeberangan sangat berjasa mengantarkan masyarakat sekitar ketika hendak menyeberang.

"Kalau sehari paling bisa angkut 200 orang. Macam-macam yang naik, anak-anak, ibu-ibu, tukang jualan," ungkap pria asal Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah itu ketika ditemui di Jalan Bukit Duri, Jakarta Selatan, Selasa (29/1/2019).

Azis merupakan saksi pembangunan Kali Ciliwung sejak tahun 1987. Masih terekam jelas diingatannya tatkala lebar kali hanya sekira 20 meter saja.

Belum ada beton sheet pile berdiri tegak. Hanya deretan rumah semi permanen warga yang membentang sepanjang bibir Kali Ciliwung.

Tak pelak baik kawasan Bukit Duri maupun Kampung Pulo sering dilanda banjir setinggi 5 meter.

"Kalau mau ada air kiriman (dari Bogor), biasanya dikasih tau sama Pak RT. Lalu saya ngungsi di masjid sampai surut. Jadi Alhamdulillah enggak pernah sampai tenggelam," ungkapnya.

Hingga di saat Pemprov DKI Jakarta melalukan pelebaran sungai sejauh 50 meter, Azis masih tetap setia mengantarkan penduduk dengan upah Rp 2.000-1.000, satu kali menyeberang.

Azis tak sendirian mengoperasionalkan perahu. Ia dibantu adiknya yang bergantian mengemudikan sampan.

Sebulan tinggal di perahu, sebulannya lagi di kampung.

"Tinggal di dalam perahu saja. Kalau tidur perahunya ditutup pakai terpal. Kalau ngekos banyak keluar biaya. Lagi pula kan sebulan sekali saya pulang ke kampung," kata Bapak yang memiliki 3 orang anak itu.

Lembaran uang Rp 1.000 dan 2.000 sedikit demi sedikit dikumpulkan Azis untuk membiaya pendidikan anak-anaknya.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan