Sejumlah Lurah di Jakarta Bersyukur Jika Benar Pemerintah Kucurkan Dana Kelurahan
Seperti halnya, Lurah Kebon Sirih Jakarta Pusat, Indarto yang merespon baik rencana tersebut.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana Dana Kelurahan dari pemerintah pusat, ditanggapi positif beberapa lurah yang ada di Jakarta.
Sebagian dari mereka merasa perlu adanya Dana Kelurahan. Kebutuhannya, untuk membiayai kegiatan yang tidak dianggarkan.
Seperti halnya, Lurah Kebon Sirih Jakarta Pusat, Indarto yang merespon baik rencana tersebut.
"Ya Alhamdulillah kalau benar ada," ucapnya kepada Tribun, Jakarta, Senin (22/10/2018).
Jelas dia, masih ada kegiatan-kegiatan di lingkungan warga yang belum ter-cover.
Sehingga, tidak jarang harus mengeluarkan kocek sendiri untuk kegiatan tersebut.
Baca: Dana Kelurahan, Strategi Pamungkas Jokowi?
Apalagi, ketika terdapat acara besar seperti 17 Agustus yang tidak dianggarkan oleh kelurahan untuk mendapatkan dana.
"Padahal, ini kan yang mau juga warga. Tidak enak juga kalau ada proposal dari Karang Taruna, terus ditolak," urainya.
Hal senada juga dijelaskan oleh Lurah Menteng Jakarta Pusat, Agus Sulaiman yang menjelaskan pertemuan warga sering kali dilakukan oleh pihaknya.
Baca: Sederet Jadwal dan Lokasi Tes Seleksi Kompetisi Dasar CPNS 2018, Cek di sscn.bkn.go.id
Bukan tanpa alasan, sebagai lurah di kawasan padat, ada saja kegiatan yang diselenggarakan oleh warga.
Bukan hanya itu, kejadian-kejadian seperti kebakaran, tawuran kerap terjadi dan setidaknya ada anggaran yang keluar meski tidak besar.
"Satu contoh, ada tawuran remaja kemarin di wilayah saya. Seenggaknya kan harus keluar dana buat beli kopi, gorengan untuk warga atau aparat setempat pas kumpul. Hal kecil, tapi ya keluar dana sendiri," ungkapnya.
Kendati demikian, dia merasa dana tersebut tidak akan turun di Provinsi DKI Jakarta.
Pasalnya, Ibukota dinilai telah memiliki anggaran yang besar untuk masyarakat dengan berbagai program yang ditawarkan pemerintah.
Selain itu, belajar dari pengalaman dana untuk kelurahan, biasanya akan dioper ke kegiatan-kegiatan yang lebih membutuhkan anggaran.
"Ya sangsi sih. Kalau turun ya bagus, tidak juga tidak apa-apa," katanya.
Sementara Lurah Bendungan Hilir, Gatra Pratama Putra menjelaskan dirinya sebagai aparatur sipil negara hanya menjalankan tugas secara baik.
Tidak adanya anggaran operasional kelurahan, dinilai tidak masalah. Begitu juga apabila ada proposal dari warga yang masuk ke ruangannya.
"Ya bagaimana kita berkomunikasi saja dengan warga. Bahwa memang tidak ada anggaran untuk itu. Sejauh ini tidak ada masalah," tukasnya.
Berbagai kegiatan yang ada di lingkungannya sudah berjalan sesuai dengan rencana dan terukur. Apabila ada dana yang mendesak untuk dikeluarkan, dia akan menalangi terlebih dahulu dan kemudian berkomunikasi dengan dinas terkait.
"Saya hanya menjalankan tugas saja. Kalau ada dana kelurahan ya itu kebijakan dari pusat. Harus dijelaskan juga mekanismenya seperti apa supaya tidak ada masalah di kemudian hari," jelasnya.
Harus Didebat
Direktur Indonesia Budget Center, Roy Salam menjelaskan isu Dana Kelurahan memang harus diperdebatkan.
Pasalnya, dana itu bisa saja dicairkan pada beberapa tahun lalu, mengingat sudah diatur pada pasal 230 UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Namun, turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan, baru keluar tahun ini. Tahun, saat tahapan pemilihan presiden dan wakil presiden sudah dimulai.
"Iya keluarnya saat tahun politik. Ini harus diperdebatkan. Kemungkinannya bisa dua. Pemerintah baru dapat melaksanakan mandat undang-undang atau, ini hanya politik anggaran dari incumbent?" imbuhnya saat dihubungi.
Apabila nantinya benar diterapkan, dia meminta agar daerah mengelola dana tersebut secara transparan dan akuntabel. Ini menjadi tantangan tersendiri, mengingat masih banyak daerah yang belum menjalankan sistem berbasis online.
Dana Kelurahan, lanjut dia, juga jangan disalahgunakan sebagai dana operasional lurah dalam menjalankan berbagai macam kegiatan. Dana tersebut harus dialokasikan untuk pembangunan sarana dan prasarana serta pembangunan sumber daya masyarakat di perkotaan.
"Jadi, dana ini bukan untuk operasional. Harus dipakai untuk pembangunan daerah dan melalui hasil Musrenbang. Jangan disalahartikan," katanya.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menampik adanya kepentingan politik dibalik rencana program dana kelurahan yang dianggarkan untuk 2019 mendatang. Sesuai dengan yang diusulkan pada Rancangan Pendapatn Dan Belanja Negara (APBN) 2019 jumlah anggaran untuk dana kelurahan sebesar Rp 3 triliun.
"Ya kalau dikaitkan politik ya semua kebijakan pemerintah sekarang atau awal tahun depan semua pasti diisukan kok dekat dengan pilpres," kata Tjahjo saat ditemui di BPK.
Tjahjo pun menjelaskan usulan dana kelurahan tersebut merupakan realisasi dari keinginan dari para walikota.
Keinginan tersebut disampaikan para walikota yang disampaikan tidak hanya kepada Mendagri, tapi juga kepada Menteri Keuangan bahkan ke Presiden.
"Dana kelurahan itu bukan seperti dana desa. itu keinginan semua walikota yg disampaikan kepada mendagri, menkeu dan presiden mbok ya kelurahan itu ada semacam stimulan," papar Tjahjo.
Adapun saat ini rencana dana kelurahan tersebut masih dibahas di DPR dan nantinya akan bersifat stimulan karena kelurahan sudah memiliki dana Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
"Sifatnya stimulan karena kelurahan itu SKPD sudah ada pos anggaran sendiri. Seandainya nanti hasil rapat Ibu Menkeu dengan DPR misalnya disetujui itu semata-mata hanya stimulan," tutur Tjahjo.
Selama ini pemerintah hanya memberikan bantuan kepada daerah yang berstatus desa melalui dana desa. Jumlah bantuan dana desa tersebut setiap tahunnya terus meningkat.
Pada tahun 2015 pemerintah mengalokasikan Rp 20 trilun untuk dana desa, 2016 sebesar Rp 47 triliun, 2017 dan 2018 sebesar 60 triliun.