Sabtu, 4 Oktober 2025

Cerita Tentang Pedagang Kopi Keliling yang Masih Tak Percaya Anaknya Diundang oleh WHO ke Kanada

Ia bukan tak percaya kepada kemampuan dan keberuntungan anaknya, tetapi Purwati lebih sering bertemu dengan kemalangan dalam hidupnya.

Editor: Hasanudin Aco
KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR
Purwati (45), pedagang kopi keliling di Kramat, Senen, Jakarta Pusat. 

Purwati mengalahkan seluruh egonya dan merelakan mereka.

Ia berpikir, bersekolah di Jogja merupakan jalan hidup terbaik bagi mereka.

Purwati tetap di Kramat, Senen, bersama Devi.

Usai lulus SD, Devi dimasukkan ke SMP Kanisius, Menteng, Jakarta Pusat.

Devi hampir putus sekolah karena Purwati tak sanggup membiayai anaknya itu.

"Itu sekolah favorit dan mahal. Sebulan bayarannya Rp600.000. Saya enggak sanggup," ujar Purwati.

Beruntung, Devi anak yang cerdas.

Ia memenangkan lomba cerdas cermat dan memenangkan beasiswa untuk SMA dan kuliah.

Selepas SMA, Devi berkuliah di daerah Muara Karang dan kini tingal di daerah sana sembari bekerja dan menyelesaikan kuliahnya.

Prestasi David dan Monica di Jogja tak kalah hebat. David yang sekolah kejuruan bagian elektronika, pernah dapat Kalpataru Jogja atas kreasinya tentang daur ulang.

"Senang banget saya anak-anak pintar, bangga sekali," ujarnya.

Ingin terus bekerja

Purwati sendiri di Jakarta sempat menikah lagi dan punya anak yang kemudian beri nama Subehi.

Sayangnya, ayah Subehi tak jelas rimbanya dan tidak bertanggung jawab.

Purwati kembali seorang diri membesarkan Subehi.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved