Sabtu, 4 Oktober 2025

Neneng Kecewa Jenazah Sang Ibu Tak Disalatkan di Musala Dekat Rumahnya

Sunengsih alias Neneng kecewa terhadap ustaz Ahmad Safi'i yang menolak mensalatkan jenazah Hindun binti Raisan di Musala Al Mukmin.

Editor: Dewi Agustina
Tribunnews.com/Nurmulia Rekso Purnomo
Sunengsih alias Neneng (47) tengah memegang foto mendiang Hindun bin Raisan (77). Jenazah Hindun pada 3 Maret lalu tidak dishalatkan di mushalla Al Mukmin, di wilayah Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan. Neneg meyakini hal itu karena sang ibunda adalah pendukung pasangan Basuki Tjahaja Purnama - Djarot Saiful Hidayat. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sunengsih alias Neneng (47) kecewa terhadap ustaz Ahmad Safi'i yang merupakan pengurus Musala Al Mukmin di RT 09 RW 02 Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan karena Ahmad Safi'i menolak mensalatkan jenazah Hindun binti Raisan (77) di Musala Al Mukmin.

"Pokoknya saya nggak mau urusan lagi sama mereka," ujar Neneng kepada Tribunnews.com di kediamannya di RT 09 RW 02 Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (10/3/2017) siang.

Neneng adalah putri bungsu Hindun binti Raisan. Pada Selasa (7/3/2017) sekitar pukul 13.30 WIB, Hindun menutup mata untuk selamanya akibat penyakit darah tinggi.

Neneng kemudian menyambangi kediaman ustaz Ahmad Safi'i untuk memberi tahu bahwa ibunya telah berpulang. Rumah Ahmad terhitung cukup dekat dari rumah Neneng.

Beberapa saat kemudian, Ustaz Ahmad datang ke rumah duka. Neneng pun meminta jenazah ibunya disalatkan di Musala Al Mukmin yang berjarak sekitar 200 meter dari rumahnya.

Namun jawaban sang ustaz membuatnya terkejut.

"Percuma Neng. Nggak ada orang, udah di rumah saja (salatnya), nanti gue yang mimpin," ujar Neneng mengulangi pernyataan sang ustaz.

Alhasil prosesi memandikan jenazah hingga salat jenazah untuk almarhumah digelar di rumah duka.

Hari itu juga sang ibunda dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Menteng Pulo. Sang ustaz pun ikut ke pemakaman.

Neneng mengaku kecewa dengan keputusan sang ustaz yang ia kenal sejak kecil itu. Kata dia tidak mungkin sore itu tidak ada warga yang mau mensalatkan jenazah sang ibunda.

Namun ia memilih untuk tidak mempermasalahkan hal tersebut dan fokus untuk segera memakamkan jenazah sang ibunda.

Neneng juga kecewa sikap Ketua RT, Abdul Rahman. Pasalnya sang ketua RT tidak membantunya mengurus berkas-berkas kematian sang ibunda.

Ketua RT tersebut juga tidak ikut mengantar almarhum Hindun ke pemakaman.

"Surat-suratnya saya yang urus sendiri, tapi alhamdulilah nggak ada masalah di kuburan," ujarnya.

"Ambulans juga bukan dari RT sini, tapi dari RT sebelah," katanya.

Neneng menduga, jenazah ibunya tidak disalatkan di musala karena Hindun binti Raisan memilih pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat di Pilgub DKI Jakarta, 15 Februari lalu.

Sedangkan sang ustaz adalah pendukung pasangan calon lain.

Kabar yang berembus, jenazah Hindun tidak disalatkan di musala karena dia mendukung pasangan Basuki-Djarot.

Dalam beberapa pekan terakhir, di sejumlah masjid di Jakarta terpasang tulisan "Masjid ini Tidak Mensalatkan Jenazah Pendukung Penista Agama'.

Frasa penista agama pada spanduk itu tertuju ke Gubernur DKI petahana, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang tersandung kasus penistaan agama.

Namun sampai Jumat kemarin, Neneng belum pernah mengklarifikasi langsung ke sang ustaz, kebenaran kabar tentang jenazah Hindun yang tidak disalatkan di musala karena mendukung pasangan Basuki-Djarot.

Ia juga tidak mengklarifikasi hal itu ke ketua RT. Neneng mengaku terlalu kecewa untuk menemui mereka kembali.

"Pokoknya saya tidak mau urusan sama mereka lagi, saya juga belum pernah ketemu mereka lagi setelah pemakaman," katanya.

Bagaimana warga tahu pilihan Hindun di Pilkada DKI, 15 Februari lalu?

Baca: Anies Menganggap Pelaporan Dirinya ke KPK sebagai Lucu-lucuan Pilkada

Menurut Neneng, pada 15 Februari lalu, Hindun yang memiliki hak suara, tengah sakit. Akhirnya, petugas Tempat Pemungutan Suara (TPS) menyambangi Hindun ke rumah.

Pada saat itu semua petugas TPS, termasuk keluarga, bisa menyaksikan langsung gambar calon gubernur yang dicoblos Hindun. Sejak itu, beredar kabar bahwa Hindun merupakan pendukung Basuki-Djarot.

Neneng mengakui bahwa ibundanya adalah penggemar Ahok. Hindun juga tahu bahwa Ahok telah menggratiskan sekolah.

Dia tahu karena putra Neneng yang duduk di bangku SMP, sudah tidak lagi membayar uang sekolah sejak 2012 lalu.

"Ibu saya juga tahu kalau banjir sekarang sudah berkurang, ibu saya kan masih suka nonton TV," katanya.

Selain itu, dukungan untuk Ahok-Djarot diberikan karena pasangan tersebut didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Neneng mengatakan ayahnya yang meninggal pada tahun 2012, adalah penggemar berat PDIP dan Bung Karno. Hal itu berpengaruh pada pilihan politik sang ibunda.

"Namanya istri, dia ikut suami," katanya.

Ditemui terpisah, Ahmad Safi'i menjelaskan alasannya mengeluarkan saran agar jenazah Hindun disalatkan di rumah adalah alasan teknis.

Menurut dia, pada Selasa (7/3/2017) sore, kawasan Setiabudi diguyur hujan deras.

Menurutnya, secara teknis, sulit mensalatkan jenazah Hindun di musala di tengah cuaca yang kurang mendukung.

"Hujan deras waktu itu, saya bilang di rumah saja. Saya tanggung jawab kok, yang urus semua, sampai cari ambulans, dan di kuburan, saya yang mengurusnya," ujar Ahmad.

Maraknya pemasangan spanduk 'Tidak Mensalatkan Jenazah Pendukung Penista Agama' di berbagai lokasi di Jakarta, mengundang keprihatinan sejumlah pihak.

Polda Metro Jaya pun turun tangan untuk menyelidik motif di balik pemasangan spanduk-spanduk itu.

Sejauh ini, tidak ada pihak yang diproses hukum terkait pemasangan spanduk bernada provokatif itu. (rek)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved