Pilgub DKI Jakarta
Tokoh Agama Berkumpul Tanggapi Isu SARA Pilkada DKI
Sejumlah tokoh agama di Indonesia berkumpul membahas isu Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2017.
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah tokoh agama di Indonesia berkumpul membahas isu Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2017.
Mereka khawatir isu SARA yang ada dalam Pilgub DKI akan merusak persatuan dan kesatuan bangsa.
Ketua Presidium Inter Religion Council (IRC) Din Syamsuddin selaku inisiator mengatakan ia bersama tokoh dari perwakilan sejumlah agama di Indonesia telah melakukan pembahasan menganai kondisi tersebut.
"Kami telah melakukan pembahasan dari pukul 10.00 tadi, hasilnya kami merumuskan enam pesan penting bagi umat beragama di Indonesia," ujar Din Syamsuddin.
Pertemuan berlangsung di kantor Center for Dialogue and Cooperation among Civilsations (CDCC), Jalan Kemiri nomor 24, Menteng, Jakarta, Senin (17/10/2016).
Pertemuan dihadiri Ketua Walubi Suhadi Sendjaja, Ketua umum Matakin Uung Sendana, Sekretaris KWI Edy Purwanto.
Kemudian Ketua Bidang Dikbud PHDI Nyoman Udayana, Sekum PGI Gomar Gultom, dan Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama MUI Yusnar Yusuf,
Ada enam pesan yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut diantaranya;
Pertama, menyatakan keprihatinan dalam berkembangnya suasana kehidupan bangsa yang menampilkan gejala pertentangan dan wacana antagonistik di kalangan masyarakat suasana itu potensial menganggu kerukunan hidup antar umat beragama yang sudah terjalin selama ini.
Kedua, semua pihak harus menahan diri dalam perkataan dan perbuatan yang dapat mendorong pertentangan dalam masyarakat majemuk, terutama menyinggung masalah sensitif menykut keyakinan agama, ras, antar golongan, dan suku.
Ketiga, pemerintah harus hadir sesuai tanggung jawab dan kewenangan untuk mengatasi gejala pertentangan dalam masyarakat, baik lewat pendekatan pencegahan dan penanggulangan masalah.
Keempat, segala bentuk kekerasan tidak etis dan bertentangan dengan nilai agama dan kemanusiaan.
Maka, semua masyarakat hindari diri dari segala macam kekerasan, baik fisik maupun verbal, dan juga moral.
Kelima, semua warga mendorong proses demokrasi Indonesia berlangsung aman dan lancar, secara jurdil dan selalu mengindahkan nilai moral dan etika keagamaan.