Minggu, 5 Oktober 2025

Korupsi Tanah PT Barata Indonesia

Astaga! Foto Bos Siantar Top Dibakar di Depan KPK

Astaga! Foto bos perusahaan makanan ringan PT Siantar Top Shindo Sumidomo dibakar di depan markas KPK! Mengapa?

Astaga! Foto Bos Siantar Top Dibakar di Depan KPK - sindo21.jpg
AMPK
Demo protes kerugian negara atas penjualan tanah BUMN PT Barata Indonesia yang tekor sekitar Rp 40 miliar. Foto bos perusahaan makanan ringan PT Siantar Top TBK Shindo Sumidomo dibakar.
Astaga! Foto Bos Siantar Top Dibakar di Depan KPK - sindo11.jpg
AMPK
Demo protes kerugian negara atas penjualan tanah BUMN PT Barata Indonesia yang tekor sekitar Rp 40 miliar

TRIBUNNEWS.COM,  JAKARTA

Astaga! Foto-foto Shindo Sumidomo, Presiden Direktur perusahaan makanan ringan terkemuka PT Siantar Top Tbk, dibakar ramai-ramai oleh puluhan massa di depan markas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (4/9/2012).

Sekitar 50 demonstran dari  Aliansi Pemuda Mahasiswa Untuk Keadilan (APMK) tidak hanya membakar foto ,  sebagian lain ada yang merobek-robek. Sebagian lainnya  berteriak, “Tangkap Shindo Sumidomo! KPK jangan tebang pilih!”

Siapa Shindo Sumidomo?  Mengapa foto-fotonya dibakar? Inilah yang  lepas dari perhatian publik karena media massa pada hari yang sama tersita perhatiannya ke sidang perkara korupsi yang menjerat politikus cantik Angelina Sondakh di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Koordinator Lapangan (Korlap) demo dari AMPK, Alfian Ramadhani, menuturkan, pihaknya memang sengaja menggelar demo protes ke KPK karena faktor ketidakadilan dalam proses pengusutan kerugian negara atas penjualan tanah milik negara (BUMN) bernama PT Barata Indonesia yang bikin tekor uang rakyat sebesar Rp 22 miliar lebih.

Sejauh ini, KPK sudah menjerat Direktur Keuangan PT Barata Indonesia Mahyuddin Harahap selaku pihak penjual, tapi KPK tidak memproses Shindo Sumidomo selaku pembeli. Padahal Mahyudin tidak hanya ditahan, bahkan sudah berstatus terdakwa sejak pertengahan September 2012 lalu, gara-gara menjual tanah negara  di Jl Raya Ngagel Wonokromo Surabaya, jauh di bawah NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak).

Shindo, menurut APMK, saat membeli tanah bermasalah itu berkapasitas sebagai pimpinan PT Cahaya Surya Unggul Utama. “Kok bisa, penjualnya ditahan dan jadi terdakwa, tapi pembelinya nggak diapa-apain? Ini tebang pilih,” kata Alfian Ramadhani dalam pernyataan sikap yang dilayangkan ke Tribunnews, Kamis (4/9/2012).

Alfian bertutur, kasus penjualan aset tanah dan bangunan seluas 5,8 hektar di Jalan Ngagel no 109 Surabaya milik BUMN PT Barata Indonesia yang merugikan Negara 22,6 miliar hanya menetapkan satu tersangka, yaitu Direktur Keuangan dan SDM PT Barata, Mahyudidn Harahap sebagai penjual tanah BUMN dibawah harga NJOP.

Sedangkan konglomerat alias pengusaha yang membeli dan diuntungkan rp 22 miliar yakni Sindo Sumidomo alias Asui tak disentuh. “Aneh  dan berbau permainan bila melihat dakwaan jaksa tipikor yang dalam persidangan perdananya menyebut tindakan menurunkan harga jual tanah dibawah NJOP tersebut semata-mata berasal dari inisiatif Mahyuddin saja. Padahal yang bersangkutan tak mungkin melakukan hal itu tanpa ada janji atau keuntungan yang dia peroleh dari pembeli yang mendapatkan keuntungan tersebut,” kata Alfian dalam statemennya.

“Penyikapan KPK atas kasus PT Barata tersebut sangat berbeda sekali dengan penanganan kasus-kasus Miranda Gultom, kasus Djoko Susilo, dan kasus Hartati Mudaya. KPK bertindak cepat untuk kasus-kasus yang disorot media massa,” protes Alfian.

Penelusuran Tribunnews, Mahyuddin Harahap berstatus terdakwa  sejak sidang perdana kasus ini digelar pada 19 September 2012 lalu di pengadilan Tipikor Surabaya.

 Mahyuddin didakwa telah menyalahgunakan keuangan negara (korupsi) sebesar Rp 22,690 miliar.

Jumlah ini berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sementara dari hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) keuangan negara yang dikorupsi mencapai Rp 21,795 miliar.

Hal ini diungkapkan Anang Supriatna, penuntut umum KPK saat membacakan dakwaan di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rabu (19/9/2012).

Kerugian negara tersebut berasal dari aset negara berupa tanah di Jalan Ngagel 109 Wonokromo, Surabaya yang dijual terdakwa  tanpa prosedur yang sesuai.

Penjualan tersebut dinilai bertentangan dengan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89/KMK.013/1991 tentang Pemindahan Aktiva Tetap BUMN.

Dijelaskan Anang, dugaan korupsi ini berawal dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Barata pada 30 Desember 2002. RUPS itu mengesahkan rencana kerja anggara perusahaan (RKAP) dan menyetujui penjualan aset Barata berupa tanah 58.700 meter persegi dan bangunan 56.658 meter persegi di Jalan Ngagel 109 Surabaya.

Pada 19 Agustus 2003, Harsusanto selaku Dirut PT Barata meminta persetujuan tertulis penjualan aset ke Menteri BUMN. Menteri menyetujui itu dengan mengeluarkan surat S-501/MBU/2003 tertanggal 9 Desember 2003.

Kemudian di bulan itu juga Harsusanto melakukan pertemuan dengan Sutopo Sambudi (senior chief Itochu Corporation) dan Ki Soedjatmiko (Dirut PT Surya Citra Indoraya), untuk mencari pembeli aset PT Barata yang akan dijual.

Singkatnya, setelah beberapa kali ditawar beberapa calon pembeli, aset PT Barata dijual kepada Shindo Sumidono (PT Cahaya Surya Unggul Tama).

Penjualan ini menjadi masalah karena harga dilepas jauh dari harga pasaran dan itu berhasil dilakukan atas inisiatif dan usaha terdakwa Mahyuddin.

Peran Shindo Sumidomo dalam proses transaksi inilah yang mendorong demo AMPK di depan markas KPK pada hari ini.

Berita terkait

Surya Online - Dirkeu PT Barata Didakwa Korupsi 22,6 Miliar



Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved