Sabtu, 4 Oktober 2025

Pemilu 2024

Pengamat: Keberadaan Hakim Konstitusi Toleran Kepentingan Politik Bahayakan Kualitas Pemilu 2024

MK telah kehilangan independensinya keberadaan hakim konstitusi yang berkompromi dengan Kepentingan politik akan bahayakan kualitas Pemilu 2024.

Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda
Pakar hukum tata negara Denny Indrayana saat ditemui di Kampus Universitas Islam As-Syafiiyah, Jatiwaringin, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (29/10/2019). Denny Indrayana mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) telah kehilangan independensinya. Menurutnya, keberadaan hakim konstitusi yang berkompromi dengan kepentingan politik akan membahayakan kualitas Pemilu 2024. 

Menurutnya, saat ini mayoritas hakim konstitusi telah tersandra dengan gratifikasi masa jabatan.

"Dan keinginan untuk tetap bertahan dan tidak diberhentikan dari kursi empuk Mahkamah Konstitusi," ungkapnya.

Sebelumnya, Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mengatakan, pelanggaran yang dilakukan Presiden dan DPR RI dalam pengesahan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 menjadi Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja akan sulit dikoreksi Mahkamah Konsitusi (MK).

Ia menuturkan, secara konstitusional, MK harusnya melakukan koreksi terkait pengesahan Perppu Cipta Kerja, yang normalnya mengatakan Perppu Ciptaker tidak mematuhi putusan MK soal UU Ciptaker.

Menurutnya, UU Ciptaker harus dicabut karena tidak memenuhi tiga syarat konstitusional.

"Syarat kondisi kegentingan yang memaksa; syarat waktu harus disetujui DPR pada masa sidang berikutnya; dan syarat harus dicabut jika tidak mendapatkan persetujuan DPR," kata Denny Indrayana, kepada Tribunnews.com, Kamis (23/3/2023)

Namun, Denny mengungkapkan, ia tidak yakin dengan independensi dan integritas mayoritas hakim konstitusi.

"Tapi saya tidak yakin atas Independensi dan integritas hakim konstitusi. MK sekarang sebagaimana pula KPK, sudah dikerdilkan dan mudah diintervensi dengan pertimbangan dan kepentingan non-konstitusi," ungkapnya.

Pernyataannya itu terkait dengan pemberian hukuman sanksi teguran tertulis kepada Hakim Guntur Hamzah atas kesalahan yang fundamental. Yakni, mengubah putusan MK.

"Adalah indikasi kuat, bahwa hukuman ringan itu merupakan tukar-guling untuk Hakim Guntur untuk memutus perkara di MK sesuai kepentingan kekuasaan yang melindunginya," katanya.

"Hakim-hakim yang kehilangan integritas, akhirnya tetap bertahan di MK, dan menyebabkan MK kehilangan independensi dan kewibawaan institusionalnya," sambungnya.

Baca juga: Majelis Kehormatan MK Beri Teguran Tertulis kepada Guntur Hamzah, Begini Tanggapan DPR

Sebelumnya, Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana merespons terkait DPR RI sahkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi UU Omnibus Law Ciptaker.

Diketahui, DPR RI mengesahkan Perppu Cipta Kerja pada masa persidangan IV tahun 2022-2023, pada Selasa (21/3/2023).

Denny mengatakan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan DPR telah melanggar norma Undang Undang (UU) Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).

"Dengan menyetujui Perppu Cipta Kerja pada masa sidang DPR sekarang, Presiden dan DPR nyata-nyata melanggar norma UU PPP yang mereka buat sendiri, dan lebih membahayakan, dengan ringan tangan melanggar ketentuan UUD 1945," kata Denny Indrayana, dalam keterangan pers tertulis, Rabu (22/3/2023).

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved