Cenderaloka
Dari Hobi Menjahit hingga Fashion Berkelanjutan: Kisah Inspiratif Anita Alvin dari Klaten
Salah satu kekuatan dari karya Anita yaitu kemampuannya menggabungkan kain tradisional lurik dengan desain busana semi-formal dan kasual modern
TRIBUNNEWS.COM – Berawal dari kegemaran menjahit usai lulus sekolah, Anita Alvin, perempuan asal Klaten, berhasil mengubah passion pribadinya menjadi sebuah bisnis fashion lokal yang memadukan unsur budaya dan kepedulian lingkungan.
Brand fashion miliknya yang dinamai sesuai namanya, Anita Alvin, tak sekadar mengedepankan estetika, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai keberlanjutan dan pelestarian warisan budaya.
Menariknya, rancangan busana Anita telah menghiasi sejumlah panggung bergengsi, seperti ajang Miss Global, Duta Anti Narkoba, hingga Klaten Fashion Festival.
Koleksinya kerap dipilih untuk mewakili Indonesia dalam pemilihan duta pariwisata maupun kompetisi pencarian bakat tingkat nasional.
Lulusan tata busana ini mulai membuka jasa jahit pribadi pada 2009, setahun setelah menyelesaikan pendidikan.
Namun, konsep produk yang kuat dengan ciri khas baru benar-benar ia kembangkan dalam lima tahun terakhir.
“Awalnya memang hanya menjahit untuk kebutuhan pribadi. Tapi lima tahun belakangan saya mulai fokus merancang produk yang punya karakter, memanfaatkan lurik dan bahan ramah lingkungan,” ujar Anita kepada Cenderaloka.
Lurik dan Alam Jadi Ciri Khas

Salah satu kekuatan dari karya Anita adalah kemampuannya menggabungkan kain tradisional seperti lurik dengan desain busana semi-formal dan kasual yang modern.
Tak hanya itu, sebagian besar bahan yang ia gunakan berasal dari pewarna alami, mencerminkan komitmen pada keberlanjutan.
“Kami memakai lurik berpewarna alam. Jadi benar-benar kembali ke alam, untuk bumi,” jelasnya.
Anita juga mengaku bahwa ide-ide desainnya banyak terinspirasi dari keindahan alam.
Dengan konsep timeless dan berkelanjutan, ia menciptakan busana yang tetap relevan meski tren berganti, sekaligus ramah lingkungan dan tahan lama.
Berkembang Lewat Komunitas dan Inovasi
Perjalanan bisnis Anita tak selalu mulus.
Namun keterlibatannya di komunitas FADESKA (Fashion Designer Klaten) memberinya banyak pelajaran tentang strategi pemasaran, branding, hingga teknik pemotretan produk.
Komunitas ini juga membantunya memperkuat arah brand dan menegaskan identitas lokal pada karya-karyanya.
Dalam proses produksi, Anita masih terlibat langsung dalam mendesain. Ia dibantu beberapa karyawan untuk tahap penjahitan dan finishing.
Tak hanya itu, ia juga memanfaatkan limbah sisa produksi untuk membuat produk turunan seperti tas, topi, dan aksesori, guna mendukung prinsip zero waste.
“Potongan kain bekas produksi biasanya kami olah kembali, agar tidak terbuang sia-sia,” imbuhnya.
Jaga Eksklusivitas Lewat Sistem Pesanan
Untuk menjaga kualitas dan sentuhan seni pada tiap karyanya, Anita memilih sistem penjualan berdasarkan pesanan.
Ia tidak terlalu mengandalkan penjualan di marketplace guna menjaga eksklusivitas desain.
“Desain kami bersifat personal dan tak diproduksi massal. Saya ingin menjaga kualitas jahitan dan nilai seninya,” jelasnya.
Dengan mengusung tagline Merawat Karya Agung Leluhur, Anita ingin menegaskan bahwa busana yang ia ciptakan bukan sekadar fashion, tapi juga bentuk penghargaan terhadap budaya lokal. Lurik, sebagai warisan khas dari Klaten, selalu ia hadirkan dalam koleksinya.
“Saya percaya karya ini ikut melestarikan budaya, karena lurik punya nilai sejarah yang mendalam di Klaten,” ucapnya dengan bangga.
Tantangan dan Misi Sosial
Anita tak menampik masih ada tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait keterbatasan SDM dan pola pikir masyarakat yang lebih menyukai produk massal dan murah.
“Sering kali orang hanya melihat harga, bukan proses dan nilai dari produk itu sendiri,” katanya.
Meski begitu, ia tetap bersemangat berinovasi dan aktif mengikuti pameran nasional untuk memperluas jangkauan pasar.
Tak hanya fokus pada lingkungan dan budaya, Anita juga menjalankan misi sosial dengan membuka ruang bagi kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, untuk terlibat dalam proses produksi.
“Saya ingin usaha ini bisa memberi dampak secara ekonomi, sosial, dan lingkungan,” tuturnya.
Kepada generasi muda, Anita berpesan untuk mencintai budaya lokal dan tidak takut mengembangkan potensi diri.
“Mari rawat bumi dengan memakai busana yang timeless dan bisa didaur ulang. Hargai proses, cintai alam, dan ciptakan karya yang punya makna,” pungkasnya.
Di tengah maraknya tren fast fashion dan konsumsi berlebihan, brand seperti Anita Alvin menjadi inspirasi bahwa fashion bisa menjadi sarana pelestarian budaya, wujud kepedulian lingkungan, sekaligus alat pemberdayaan masyarakat. (*)
(Cynthiap/Tribunshopping.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.