Kisah Chamidatun Bertemu Dian Sastro, Dulu Gagap Buka Laptop, Kini Jadi Perempuan Melek Teknologi
Chamidatun Insyaroah Pekerja Rumah Tangga kini berubah hidupnya menjadi perempuan berdaya yang melek teknologi usai bertemu Dian Sastro
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menjadi perempuan berdaya, mandiri dan berpenghasilan sendiri dengan bekerja sesuai kemampuannya bisa jadi mimpi sederhana Chamidatun Insyaroah.
Chamidatun Insyaroah sebelumnya bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) kini hidupnya berubah menjadi perempuan berdaya yang melek teknologi.
Baca juga: Dian Sastro Nostalgia Masa SMP, Akui Pernah Bolos Hingga Terkenang Pulang Sekolah Naik Angkot
Pertemuannya dengan Dian Sastrowardoyo jadi awal perubahan hidupnya.
Bermula ia ingin mencari penyalur pengasuh bayi untuk pekerja rumahan, ternyata nasib mempertemukannya dengan jalan yang lebih luas dengan Yayasan Dian Sastro yang memberinya kesempatan mendapatkan beasiswa.
“Aku tadinya mencari yayasan penyalur babysitter karena memang perempuan di sini setelah lulus SMA banyak yang kerja buruh pabrik atau Pekerja Rumah Tangga. Tapi ternyata aku bertemu Yayasan Dian Sastrowardoyo yang bukan yayasan penyalur tapi memberikan beasiswa Perempuan Inovasi hasil kolaborasi dengan Markoding dan Magnifique Indonesia. Aku dari dulu ingin dapat beasiswa, jadi aku mencoba daftar,” terang Chamidatun.
Ketika menemukan informasi tentang Perempuan Inovasi melalui Instagram,berani mendaftar karena teringat akan impiannya mendapatkan beasiswa untuk terus belajar.
Baca juga: Dorong Generasi Muda Melek Teknologi, Ketua MPR RI Bamsoet Sambut Pengurus Asosiasi Big Data dan AI
Gagap operasionalkan laptop tak jadikan penghalang.
Dukungan Astra yang membawa Chamidatun bisa mengikuti Bootcamp UI/UX Design dari Perempuan Inovasi.
Bersama timnya, ia menciptakan SAIA, sebuah aplikasi jual beli berbasis fitur card matching, yang mempertemukan UMKM perempuan di sektor kerajinan tangan dan kuliner dengan pelanggan yang memiliki permintaan khusus.
Inovasi ini mendapatkan People’s Choice Award dalam Demo Day, sebuah ajang presentasi hasil karya peserta beasiswa di hadapan mentor, juri industri, dan pemangku kepentingan.
Selain Chamidatun Insyaroah, jalan serupa dialami Khusnul Fitriani dari Kalimantan Selatan.
Khusnul juga menjadi penerima beasiswa dan berasal dari daerah terpencil.
Khusnul Fitriani yang berasal dari Kait Kait, Tanah Laut, Kalimantan Selatan juga menghadapi tantangan serupa.
Di tempat tinggalnya, pernikahan dini masih menjadi hal yang lumrah, sehingga hanya sedikit perempuan yang bisa melanjutkan pendidikan tinggi.
Profesi utama di Kait Kait pun mayoritas petani, sehingga butuh keberanian untuk dapat melanjutkan pendidikan tinggi.
“Kalau keluargaku petani nggak berarti aku harus jadi petani. Aku mau kasih pembeda di keluargaku,” ujar Khusnul.
Keberanian itu lah yang membawa Khusnul menjadi salah satu perempuan yang berhasil merantau dan menyelesaikan pendidikan hingga S-1 di bidang Teknik Industri.
Namun untuk mendapatkan pekerjaan, ia perlu memiliki keterampilan lebih dari apa yang dipelajari di kuliah.
Dorongan itu menggerakkan Khusnul untuk mendaftar Beasiswa Perempuan Inovasi dan akhirnya lolos mengikuti Bootcamp UI/UX Design berkat dukungan Pertamina.
Bersama timnya ASIH, sebuah aplikasi yang berfokus pada pencegahan stunting bagi ibu dan anak pun tercipta.
ASIH memiliki fitur pencatatan tumbuh kembang anak, pencarian resep sesuai anggaran dan bahan makanan yang tersedia, serta AsihAI, yang dapat menganalisis bahan makanan di rumah untuk memberikan rekomendasi resep bernutrisi.
Chamidatun Insyaroah dan Khusnul Fitriani adalah 2 dari 40 perempuan penerima beasiswa Perempuan Inovasi berkolaborasi dengan Pertamina dan Astra.
Beasiswa Basic Course Coding dan UI/UX ini untuk 14.489 peserta perempuan dan 40 perempuan terpilih mendapatkan beasiswa Bootcamp Full Stack Web Development dan UI/UX Design.
Daya Saing Digital
Perempuan Inovasi yang terlahir untuk meningkatkan partisipasi perempuan Indonesia di bidang teknologi berkomitmen mengambil peran untuk meningkatkan daya saing digital ini.
Khususnya dalam peningkatan jumlah tenaga sektor terkait digitalisasi dan memprioritaskan perempuan-perempuan luar pulau Jawa.
Baca juga: Cegah Kejahatan Digital, Industri Bersama OJK Gencarkan Edukasi Terkait Aset Kripto
Daya saing digital Indonesia secara konsisten memang mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir.
Secara data, Skor East Ventures–Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2024 meningkat sebesar 45,5 persen dari 27,9 (2020) menjadi 38,1.
Meskipun skor keseluruhan meningkat, kesenjangan masih menjadi tantangan dengan kenaikan standar deviasi dari 9,5 pada 2023 menjadi 10,6 pada 2024.
Penyebab disparitas yang semakin lebar terletak pada pilar Penggunaan TIK, Pengeluaran untuk TIK, dan Perekonomian.
Sehingga kemudahan kita mengakses internet, penggunaan ponsel dan komputer, serta kemampuan berliterasi digital masih menjadi hal asing di berbagai provinsi Indonesia.
Dari 10 provinsi dengan nilai indeks tertinggi, 6 berasal dari Pulau Jawa.
Bahkan Jawa Tengah pun mengalami penurunan performa yang paling signifikan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.