Selasa, 30 September 2025

Khutbah Jumat 6 Desember 2024: Larangan Merendahkan Orang Lain dan Memuliakan Diri Sendiri

Naskah khutbah Jumat 6 Desember 2024, mengusung tema larangan merendahkan orang lain dan memuliakan diri sendiri.

TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Ilustrasi khutbah sholat jumat - Naskah khutbah Jumat 6 Desember 2024, mengusung tema larangan merendahkan orang lain dan memuliakan diri sendiri. 

Ingat! Sewaktu ditanya tentang makna kesombongan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa kesombongan itu terekspresikan dengan dua bentuk: pertama menolak kebenaran. Menolak nasihat, menolak kritik yang benar, dll. dan yang kedua meremehkan orang lain. 

Pada kesempatan khotbah yang singkat ini, khotib hanya akan membas satu saja bentuk kesombongan dari dua bentuk yang telah dijelaskan nabi ini. Yaitu tentang merendahkan orang lain.

Ibadallah,

Apabila seseorang suka merendahkan orang lain, ini adalah indikasi yang paling nyata bahwa ia tengah mengidap sebuah penyakit berat. 
Penyakit berat di hatinya bukan fisiknya. Yaitu penyakit sombong. Hendaknya ia mewaspadai hal tersebut. Dari sahabat ‘Iyadh bin Himar radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوْا حَتَّى لَا يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ، وَلَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

“Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap saling rendah hati. Sehingga seseorang tidak berbuat zalim kepada ornag lain dan seseorang tidak berlaku sombong kepada orang lain.” [HR. Abu Dawud].

Dari sini kita bisa memahami bahwa Allah Ta’ala, yang merupakan Tuhannya manusia menuntut kita melalui lisan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam agar seseorang tidak merasa lebih tinggi dan lebih hebat dari orang lain. 

Merasa lebih mulia sementara yang lain rendah atau bahkan hina. Karena hal tersebut akan menimbulkan perbuatan menzalimi orang lain dan sombong. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اَلْمُسْلِمُ أَخُو اَلْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ اَلتَّقْوَى هَا هُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ بِحَسْبِ اِمْرِئٍ مِنْ اَلشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ اَلْمُسْلِمَ كُلُّ اَلْمُسْلِمِ عَلَى اَلْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

Muslim adalah saudara muslim lainnya ia tidak menganiaya, tidak mengecewakannya saat ia membutuhkan bantuan, dan tidak menghinanya. Takwa itu ada disini -beliau menunjuk ke dadanya tiga kali- Sudah termasuk kejahatan seseorang bila ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim bagi muslim lainnya adalah haram baik darahnya hartanya dan kehormatannya.”[HR. Muslim 1525].

Ibadallah,

Perhatikan tatkala Nabi mengatakan, muslim itu tidak menghina atau merendahkan muslim lainnya dan takwa itu tempatnya di hati. Dari kalimat ini bisa kita pahami, seakan-akan Nabi hendak mengatakan Mengapa engkau meremehkan orang lain. 

Sementara yang menjadi parameter kedudukan seseorang di sisi Allah adalah ketakwaannya. Ketakwaan tempatnya di hati. Dan tidak ada seorang pun yang mengetahui isi hati seseorang kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. 

Bisa jadi kita melihat ada orang yang amalan zahirnya kurang, tapi amalan batinnya berkualitas. 

Ia memang tidak membangun satu masjid dengan dana pribadi, ia tidak bersedekah kepada ratusan orang dengan dokumentasi kamera, ia tidak terlihat ini dan itu karena hal itu di luar batas sumber daya dan kemampuan yang ia miliki. Tapi, hatinya takut kepada Allah. Hatinya adalah hati yang ikhlas. 

Amalan hati tidak bisa dilihat dan juga tidak bisa diukur, padahal amalan hati inilah yang menjadi parameter kedudukan seseorang di sisi Allah. 

Oleh karena itu, jangan gara-gara amalan zahir seseorang itu kalah hebat dibanding yang lain, kemudian kita ukur berdasarkan zahirnya tersebut. Dalam satu hadits disebutkan:

 عَنْ سَهْلٍ قَالَ مَرَّ رَجُلٌ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا تَقُولُونَ فِي هَذَا قَالُوا حَرِيٌّ إِنْ خَطَبَ أَنْ يُنْكَحَ وَإِنْ شَفَعَ أَنْ يُشَفَّعَ وَإِنْ قَالَ أَنْ يُسْتَمَعَ قَالَ ثُمَّ سَكَتَ فَمَرَّ رَجُلٌ مِنْ فُقَرَاءِ الْمُسْلِمِينَ فَقَالَ مَا تَقُولُونَ فِي هَذَا قَالُوا حَرِيٌّ إِنْ خَطَبَ أَنْ لَا يُنْكَحَ وَإِنْ شَفَعَ أَنْ لَا يُشَفَّعَ وَإِنْ قَالَ أَنْ لَا يُسْتَمَعَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا خَيْرٌ مِنْ مِلْءِ الْأَرْضِ مِثْلَ هَذَا

Dari Sahl ia berkata; Seorang laki-laki lewat di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau pun bertanya kepada sahabatnya: “Bagaimana pendapat kalian mengenai orang ini?” mereka menjawab, “Ia begitu berwibawa. Bila ia meminang pasti diterima, dan bila memberi rekomendasi pasti akan dipenuhi, dan bila ia berbicara, niscaya akan didengarkan.” Beliau kemudian terdiam, lalu lewatlah seorang laki-laki dari fuqara` kaum muslimin, dan beliau pun bertanya lagi: “Lalu bagaimanakah pendapat kalian terhadap orang ini?” mereka menjawab, “Ia pantas bila meminang untuk ditolak, jika memberi rekomendasi tak akan digubris, dan bila berbicara niscaya ia tidak didengarkan.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya orang ini lebih baik daripada sepenuh bumi orang yang tadi.” [HR. Al-Bukhari 4701].

Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita untuk tidak menilai orang lain dari sudut pandang keduniaan semata. 

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan