Minggu, 5 Oktober 2025

Tren Spirit Doll dari Kacamata Psikologi, Wajarkah Jika Orang Dewasa Memilikinya?

Fenomena adopsi boneka arwah atau spirit doll ramai di kalangan pesohor tanah air akhir-akhir ini.

dok pribadi
Selebgram Priscilia Wibowo menunjukkan boneka arwah koleksinya.Tren Spirit Doll dari Kacamata Psikologi, Wajarkah Jika Orang Dewasa Memilikinya? 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Fenomena adopsi boneka arwah atau spirit doll ramai di kalangan pesohor tanah air akhir-akhir ini.

Bagaimana tren ini dilihat dari kacamata psikologi. Wajarkah seseorang memiliki spirit doll, benarkah boneka dapat menjadi teman, dan apa yang harus dilakukan orang terdekat, berikut penjelasannya.

"Fenomena adopsi spirit doll bisa dilihat dari sudut pandang kemampuan psikologis yang dimiliki seseorang berdasarkan proses tumbuh kembangnya," ujar Dosen Departemen Psikologi Sosial Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Dr. Retno Hanggarani Ninin, M.Psi, dikutip dari siaran pers, Sabtu (8/1/2022).

Baca juga: Menggiurkan, Akun TikTok Ini Tawarkan Pekerjaan Jadi Babysitter Spirit Doll dengan Gaji Puluhan Juta

Baca juga: Heboh Boneka Sprit Doll, Ivan Gunawan Anggap Itu Bagian dari Kegilaannya sebagai Artis yang Kreatif

Ninin mengatakan, setiap orang terlahir dengan kapasitas psikologis yang memungkinkan dia mampu bertahan menghadapi situasi atau persoalan apa pun.

Kapasitas psikologis tersebut ditumbuhkan dan dikembangkan melalui pola asuh, pendidikan formal, serta pendidikan sosial, yang membuat kemampuannya makin mumpuni dalam menghadapi beragam persoalan ketika dewasa.

“Kalau proses itu benar dan baik, dia akan tumbuh dengan kemampuan yang cukup untuk menghadapi persoalan hidupnya,” kata Ninin.

Priscilia Wibowo selebgram yang memiliki ratusan boneka arwah sebagai koleksinya.
Priscilia Wibowo selebgram yang memiliki ratusan boneka arwah sebagai koleksinya. (Dok pribadi)

Namun, tidak semua orang memiliki pengalaman positif dalam proses tumbuh kembangnya. Ada beragam pengalaman pola asuh, pendidikan, dan relasi tertentu yang bisa membuat kemampuan psikologis tadi menjadi kurang mumpuni atau bahkan tidak dimiliki.

Ketidakmampuan untuk bertahan tersebut mendorong seseorang memilih cara-cara tertentu untuk menguatkan.

Salah satunya menggunakan alat bantu seperti spirit doll.

“Pada dasarnya, jika seseorang dalam tumbuh kembangnya mengalami proses yang positif dan ideal, maka hal-hal itu tidak diperlukan,” imbuhnya.

Wajar atau Tidak Wajar?

Ninin memaparkan, batas kewajaran terhadap fenomena ini bergantung pada peran yang diletakkan seseorang (pemiliknya) pada boneka tersebut.

Jika anak-anak yang bermain boneka dan memperlakukannya layaknya temannya, itu merupakan sebuah kewajaran dari perspektif tumbuh kembang, karena faktor usianya.

“Pada usia anak, ketika dia berkomunikasi dengan boneka, seolah-olah bonekanya hidup dan menjadi teman bermain itu adalah sesuatu yang wajar. Kita tidak menganggapnya wajar ketika di tahapan usia lanjut, mereka memperlakukan boneka dengan cara yang sama,” kata Ninin.

Ivan Gunawan bantah punya dua bayi hanya untuk gimik, mengaku rasakan kesepian setiap hari di rumah.
Ivan Gunawan bantah punya dua bayi hanya untuk gimik, mengaku rasakan kesepian setiap hari di rumah. (Instagram @ivan_gunawan)
Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved