Jumat, 3 Oktober 2025

Apa yang Harus Dilakukan Orangtua untuk Mendidik Buah Hati di Era Digital? Pola Asuh Ini Jadi Solusi

Lalu, pola asuh seperti apa yang bisa diterapkan orang tua pada anak usia remaja agar bijak menggunakan internet ?

THINKSTOCKPHOTOS
Ilustrasi. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Orangtua memiliki kewajiban untuk menjaga anak dari paparan hal negatif, baik itu lingkungan sekitar maupun konten digital yang kini 'ramah' dalam genggaman setiap orang, termasuk remaja.

Lalu, pola asuh seperti apa yang bisa diterapkan orang tua pada anak usia remaja agar bijak menggunakan internet ?

CEO label musik Sorai, Intan Gurnita Widiatie mengatakan bahwa saat di rumah, ia selalu menerapkan diskusi terbuka dengan anak-anaknya.

Ia berusaha menjadi ibu yang tidak bertindak keras dan memaksakan kehendaknya (strict parents).

Baca juga: Pemerintah Siapkan Afirmasi Pendidikan Tinggi untuk Perangkat Desa

Baca juga: Hari Internet Aman Sedunia, TikTok Hadirkan Fitur Toolkit Keamanan Keluarga

"Di rumah itu, saya menormalisasi diskusi, jadi saya betul-betul terbuka pada anak- anak. Mereka mau mendiskusikan apapun (boleh), tanpa saya memberi penghakiman pada anak-anak," ujar Intan, dalam peluncuran 'Toolkit Keamanan Keluarga TikTok' secara virtual, Rabu (10/2/2021).

Menurutnya, metode persuasif tersebut ia lakukan untuk mengendalikan anaknya.

Karena jika orang tua bertindak keras kepada anak, hal itu tidak hanya melukai perasaan anak namun juga dianggap sebagai cara yang buruk dalam memberikan bimbingan.

Peluncuran 'Toolkit Keamanan Keluarga TikTok' secara virtual, Rabu (10/2/2021).
Peluncuran 'Toolkit Keamanan Keluarga TikTok' secara virtual, Rabu (10/2/2021). (Tangkap layar zoom meeting)

"Jadi saya memakai itu untuk mengontrol sebetulnya, saya sendiri tidak mengontrol secara strict ya, 'ini boleh, ini nggak boleh'," jelas Intan.

Intan kemudian menjelaskan bahwa terkadang anaknya membuat konten digital yang dianggap kurang baik.

"Kadang-kadang ada beberapa momen yang kayak mereka seperti layaknya anak muda ya, mereka coba&coba umpamanya membuat konten sedemikian rupa," kata Intan.

Namun yang ia lakukan adalah tidak langsung menegur, melainkan menunggu momen yang tepat untuk bisa bicara dengan anaknya.

Karena saat situasi sudah tenang, kata dia, biasanya anak akan lebih terbuka dan bisa menerima apa yang disampaikan orang tua tanpa adanya keterpaksaan dan tekanan.

"Saya tidak bereaksi sefrontal itu biasanya, biasanya saya akan mencari momen yang pas, di mana anak saya dan saya bisa berdiskusi. Atau saya berupaya untuk (menanyakan saat) mereka nyaman, untuk melihat 'alasannya apa sih kok bikin konten seperti ini?'," tegas Intan.

Ia mengakui bahwa sebagai seorang ibu, dirinya memiliki batasan yang telah ditetapkan 'versi dirinya sendiri'.

Namun diskusi dan berargumen secara terbuka pada waktu yang tepat, tentunya akan mendorong anak-anaknya belajar memahami mengenai batasan dan menjadi pribadi yang dewasa.

"Karena ya tentu saya sendiri sebagai orang tua, sebenarnya punya batasan batasan versi saya. Tapi kan saya ingin anak-anak saya belajar menjadi dewasa dan memutuskan batasan-batasan apa versi mereka," papar Intan.

Intan pun mendukung diluncurkannya Toolkit Keamanan Keluarga TikTok yang memberikan panduan lengkap mengenai tips yang bisa digunakan para orang tua dalam melakukan pengasuhan secara digital.

"Hadirnya Toolkit ini tentu akan sangat membantu orang tua dan wali untik mendapatkan gambaran tentang apa saja yang bisa dilakukan untuk membimbing anak remajanya menjadi warga digital yang bijak," pungkas Intan.

Fitur ini memungkinkan akun para orang tua bisa terhubung dengan akun anak mereka, sehingga aktivitas anak secara daring bisa terpantau.

Toolkit ini memiliki 10 tips tentang pengasuhan digital yang mudah diterapkan para orang tua terhadap anak remaja mereka, terkait aktivitas di platform digital manapun.

Ilustrasi anak main gadget
Ilustrasi anak main gadget (IST)

Terkait fitur bari TikTok ini, Head of Public Policy TikTok Indonesia, Malaysia dan Filipina, Donny Eryastha mengatakan pihaknya berkomitmen untuk terus menciptakan lingkungan siber yang aman.

"Upaya dan komitmen kami dalam menciptakan lingkungan siber yang aman akan terus kami gaungkan demi kepentingan bersama, perhatian kami kini berfokus pada pengembangan kebijakan, investasi teknologi dan tim moderasi, agar TikTok tetap menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk seluruh penggunanya," kata Donny.

Sementara Kepala Pusat Penguatan Karakter Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hendarman menekankan bahwa literasi digital bagi anak usia remaja tentunya memiliki peran penting dalam membentuk karakter mereka agar kelak menjadi manusia yang unggul saat tumbuh dewasa.

"Literasi digital yang dimiliki kaum remaja atu generasi Z pada hari ini adalah aset yang sangat besar dalam cita-cita membangun Sumber Daya Manusia (SDM) unggul di masa depan," kata Hendarman.

Ia pun menegaskan bahwa pihaknya akan terus berfokus pada upaya penguatan karakter anak.

Satu diantaranya melalui upaya mendorong agar sinergi antara orang tua dan anak bisa tercipta dalam ranah digital.

"Bersama-sama kita akan mewujudkan generasi cerdas berkarakter Indonesia yang maju bermartabat dam merujuk Profil Pelajar Pancasila," jelas Hendarman.

Peluncuran Toolkit Keamanan Keluarga TikTok ini bertepatan dengan peringatan Hari Internet Aman Sedunia.

Menggandeng DQ Institute, TikTok memang sengaja merilis fitur baru yang difokuskan pada pengembangan kecerdasan digital.

Ini dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan lingkungan siber aman.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved