Kamis, 2 Oktober 2025

Fashion

Batik Laseman dengan Motif Tiongkok Khas Kota Rembang Jawa Tengah

Batik bukan monopoli Pekalongan dan Solo. Di Lasem, kota kecil yang dijuluki 'Tiongkoknya Jawa' itu, batik didesain khas motif Tiongkok.

Penulis: Abraham Utama
TRIBUNNEWS.COM/ ABRAHAM UTAMA
Batik Laseman dari Kota Rembang dengan corak khas Tiongkok. 

TRIBUNNEWS.COM - Batik bukan monopoli kota Pekalongan dan Solo. Di Lasem, kota kecil yang dijuluki 'Tiongkoknya Jawa' itu, batik diproduksi dengan ciri khas yang identik dengan budaya Cina. Didominasi corak flora-fauna seperti naga, burung hong, dan tanaman bambu menjadi ciri motif Laseman.

SEJAK batik diakui sebagai warisan budaya dunia yang dijaga kelestariannya oleh UNESCO awal Oktober 2009 silam, fenomena penggunaan batik meluas di kalangan masyarakat Indonesia. Batik tidak lagi diasosiasikan sebagai benda kuno yang ketinggalan zaman.

Batik yang dulu identik dengan busana formil untuk acara-acara kondangan atau kantoran, kini justru berbalik didesain makin gaul dan trendy. Batik kini bukan 'milik' generasi tua. Muda-mudi beramai-ramai mengenakan batik dalam segala jenis aktivitas keseharian mereka.
Bahkan, sejak itu banyak lembaga pemerintah dan swasta mewajibkan pegawainya mengenakan batik pada hari kerja tertentu, khususnya Jumat. Asal tahu saja, budaya membatik tidak hanya berkembang di Pekalongan dan Solo.

Dua kota tadi memang menjadi pemain utama pasar batik karena pasokan besar ke berbagai toko dan butik di seluruh Indonesia. Untuk itu, tidak adil bila membicarakan batik tanpa menyebut Lasem. Kota kecil di pesisir utara Pulau Jawa ini dikenal sebagai Tiongkok Kecil di Pulau Jawa.

Konon, Lasem merupakan titik pertama pendaratan pelayar dan saudagar Tiongkok di Pulau Jawa belasan abad silam.  Seiring dengan maraknya kedatangan mereka di wilayah ini, berkembanglah pemukiman Tiongkok di Lasem. Kini, bangunan-bangunan berarsitektur Tiongkok bertebaran di kota yang masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Rembang ini.

Para imigran pertama asal Tiongkok ini menularkan keahlian membatik mereka kepada warga setempat. Saat itu, kegiatan membatik sebenarnya berkembang di beberapa kerajaan di Pulau Jawa.

Motif-motif ala Tiongkok yang didominasi flora-fauna seperti naga, burung hong, dan tanaman bambu menjadi ciri motif Laseman. Warna merah darah (getih pitik) adalah salah satu ciri khas batik Lasem.

Batik Lasem kini terus berkembang. Tidak hanya didominasi pembatik keturunan Tionghoa yang mewarisi usaha generasi pendahulu mereka, pengerajin batik Lasem keturunan Jawa mulai bermunculan. Mereka membuka industri rumahan beberapa dusun seperti di Babagan, Gedongmulyo, dan Soditan.

Beberapa tahun lalu, Pemkab Rembang membuka Showroom Batik Tulis Lasem di Jalan Raya Lasem. Ruang pamer ini menempati gedung bergaya Belanda yang terakhir kali digunakan sebagai kantor kecamatan.

Produk batik para pengerajin batik Lasem dipajang dan dijual di sini. Mayoritas masih berbentuk kain dengan ukuran 2,4 meter persegi. Harga jualnya beragam, dari Rp 150 ribu sampai Rp 5 juta. "Tergantung motif, warna, dan bahannya," ujar Dwi, seorang penjaga showroom.
Kain batik di ruang pamer ini memiliki bermacam-macam motif. Perpaduan motif Laseman dan motif Jawa seperti sekar jagat, sido mukti, dan pasiran merupakan produk yang paling banyak dipamerkan.

Dwi mengatakan, saat ini jumlah pengrajin batik tulis keturunan Tionghoa di Lasem semakin sedikit. Setidaknya tersisa tiga pengerajin besar, salah satunya Batik Maranatha. Priscilla Renny merupakan generasi kelima Batik Maranatha. Baru empat tahun ini ia memegang kemudi bisnis yang dirintis leluhurnya.

"Saya tidak bisa bercerita sejak kapan usaha ini didirikan karena saya sendiri tidak tahu," ujarnya. Yang jelas, tegasnya, Batik Maranatha mulai dikenal luas sejak dipegang ibunya, Naomi Susilowati.

Awalnya, Priscilla enggan mewarisi usaha ini dan menjadi pengerajin batik. Seperti dua saudara kandung laki-lakinya, ia ingin menempuh pendidikan tinggi di kota besar.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved