Jakarta Fashion Week 2013
Simak Rancangan Fantastis Desainer Muda Indonesia Program Fashion Forward
Sebagai komitmennya untuk mengorbitkan talenta lokal ke pasar internasional, Jakarta Fashion Week 2013
Laporan Wartawan Tribun Jakarta, Daniel Ngantung
TRIBUNNEWS.COM - Sebagai komitmennya untuk mengorbitkan talenta lokal ke pasar internasional, Jakarta Fashion Week 2013 mengadakan program Fashion Forward.
Fashion Forward adalah program kerja sama antara JFW, British Council, Centre for Fashion Entreprise (CFE) yang berbasis di London, Inggris, dengan dukungan pemerintah Indonesia, dalam hal ini adalah Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Dalam program yang telah berlangsung sejak Maret 2012 ini, delapan desainer bertalenta terpilih diberi pengetahuan pengembangan bisnis fashion dari pakar Internasional agar produk mereka siap untuk pasar internasional.
Dua pakar dari CFE didatangkan ke Indonesia untuk memberikan workshop. Mereka adalah Toby Meadows, konsultan bisnis mode, pengajar, dan penulis buku "How to Set Up and Run a Fashion Label" dan pakar fashion branding Sanjeev Davidson. Dalam sejumlah tahapan program di Jakarta, Direktur CFE Windy Mallem juga terlibat dalam peningkatan kapasitas desainer Indonesia.
Desainer terpilih tersebut adalah Dian Pelangi, Albert Yanuar, Barli Asmara, Jeffry Tan, Yosafat Dwi Kurniawan, Bretzel (Imelda Kartini dan Yuliana), Cotton Ink (Carlene Darjanto dan Ria Sarwono), Major Minor (Ari Seputra, Sari Seputra, Inneke Margarethe, Ambar Pratiwi).
Jumat (9/11/2012), desainer-desainer tersebut mendapat kesempatan untuk pamer karya dalam dua pagelaran berbeda.
Pagelaran pertama diisi oleh Dian Pelangi, Cotton Ink, Bratzel, dan Major Minor yang menawarkan pilihan busana kasual dari yang berpotongan simpel dan edgy hingga unik penuh warna.
Dian Pelangi, desainer muda yang telah merebut perhatian pasar Indonesia dengan busana muslim "street-style", menghadirkan busana bertema "The Safari Troops" sebagai koleksi Spring-Summer 2013.
Sesuai dengan namanya, nuansa tribal, baik dalam motif, pola dan warna begitu kuat dalam koleksinya yang terdiri dari blouse, jaket, maxi dress bersiluet gamis.
Dian juga memasukkan detail batuan dan fringe. Ia memadukan bahan bermotif tie-dye ciri khasnya, dengan bahan yang polanya dibuat dengan teknik batik dan songket. Turban-turban yang tinggi dijadikan Dian sebagai pengganti jilbab.
Sequence selanjutnya dilanjutkan dengan Bretzel, digawangi oleh Imelda Kartini dan Yuliana, yang menghadirkan pilihan busana kasual berpotongan asimetris berbahan ringan seperti jersey dan sifon yang ringan dan flowy dalam pilihan warna coklat, hitam biru navy hingga pastel. Bretzel juga menghadirkan pilihan syal dan penutup kepala unik yang dibuat dengan teknik knit atau merajut yang cukup rumit.
Sementara itu Cotton Ink, yang awalnya dikenal sebagai label pembuat syal multifungsi, mengangkat motif tenun dalam koleksinya. Carlene Darjanto dan Ria Sarwono, creative director label ini, menghadirkan motif tenun NTT dalam busana-busana bersiluet modern yang lean.
Look yang ditampilkana diantaranya celana pendek dan blazer bermotif tenun sama dipadukan dengan kemeja putih polos yang kerahnya bermotif tenun. Ada pula blouse lengan pendek bersiluet a-line dengan motif tenun yang dipadukan dengan celana panjang putih.
Label Major Minor menjadi pamungkas pagelaran ini. Permainan color blocking dalam jumper dan dress agak berdraperi berpotogan asimetris mewarnai koleksi ini. Pilihan dress putih polos ditampilkan juga namun dengan aksen garis berwarna cerah di sisi sampingnya.
Pada pagelaran kedua menampilkan karya-karya Barli Asmara, Albert Yanuar, Jeffry Tan dan Yosafat Dwi Kurniawan yang menghadirkan pilihan busana formal dan gaun-gaun pesta.
Inovasi dan konsep yang unik diberikan oleh Albert Yanuar. Melihat kebutuhan wanita saat ini yang dinamis dengan segudang aktivitasnya, ia menghadirkan "transformable dress", yaitu sebuah busana yang dapat diubah menjadi dua hingga tiga tampilan berbeda dengan melepaskan beberapa bagian busana itu sendiri sehingga menjadi potongan busana lainnya, misal rok menjadi jaket dan sebagainya.
Malam itu inovasinya dihadirkan dalam pilihan dress bertemakan "Ma Hyang" atau Wayang. Penggunan bahan seperti damask, duchess silk, organdy silk dan tweed, dalam warna lembut serta peach, beige dan champagne serta motif batik Kawaung yang dihadirkan dalam detail bordir membuat busana tersebut berkesan mewah dan elegan, namun tetap "down to earth".
Keindahan pulau Kalimantan dan eksotisme kebudayaan suku Dayak menginsipirasi koleksi terbaru Barli Asmara yang bertema "Treasure of Borneo".
Di koleksinya ini, Barli mengembangkan motif khas Kalimantan menjadi terlihat lebih modern, misal mengaplikasikannya dengan teknik lasercut, printing, bordir dan macrame (teknik simpul-menyimpul tali untuk menciptakan motif geometrik).
Warna-warna cerah dan menyala, seperti shocking pink, biru dan kuning juga membuat koleksi ini terlihat lebih segar dan modern.
Semuanya dihadirkan Barli dalam potongan gaun berbordir, jaket, jumpsuit, rok dan blouse berdetail ronce dengan teknik fringe. Aksesori khas Kalimantan seperti tas-tas anyaman dengan motif Dayak juga mewarnai koleksinya ini.
Sementara itu Jeffry Tan menghadirkan gaun-gaun sequin, rok a-line berhiaskan tulle, vest, dan gaun plunging neck dalam palet biru, abu-abu dan putih. Semntara itu Yosafat Dwi Kurniawan mengangkat motif relief dengan teknik print yang ke dalam potongan gaun dan jaket dalam nuansa metalik yang menyala.
LIFESTYLE POPULER