Minggu, 5 Oktober 2025

Beri Kuliah di Universitas Pertahanan, Bamsoet Soroti Masalah Politik Uang dalam Pemilu

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menilai politik uang masih menjadi masalah besar dalam Pemilu Indonesia. Ia menekankan pentingnya part

Editor: Content Writer
istimewa
SOROTI POLITIK UANG - Bambang Soesatyo soroti politik uang yang rusak demokrasi saat beri kuliah di Unhan. Bamsoet dorong partisipasi inklusif pemuda, perempuan, dan kelompok rentan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, menyoroti persoalan politik uang yang masih menjadi tantangan besar dalam penyelenggaraan Pemilu di Indonesia.

Saat memberikan kuliah pada Program Pascasarjana Studi Damai dan Resolusi Konflik, Fakultas Keamanan Nasional, Universitas Pertahanan (Unhan), Kamis (12/6/2025), Bamsoet menyebut praktik money politics telah merusak integritas demokrasi.

“Pemilu sering kali dijadikan ajang praktik korupsi, di mana calon legislatif atau eksekutif menggunakan uang untuk membeli suara. Ini membuat proses politik menjadi tidak adil, terutama bagi mereka yang tidak punya akses terhadap kekuasaan atau uang,” ujar Ketua MPR RI ke-15 itu secara daring dari Jakarta.
Menurut Bamsoet, Pemilu seharusnya menjadi momen perubahan besar, bukan justru mempertahankan sistem politik yang eksklusif dan transaksional. Ia menyebut, partisipasi politik inklusif menjadi pilar utama demokrasi yang sehat.

“Pemuda, perempuan, kelompok disabilitas, serta masyarakat miskin harus dilibatkan secara setara. Tanpa kehadiran mereka, kebijakan akan cenderung bias,” tegasnya.

Berdasarkan data Indikator Politik Indonesia, kata Bamsoet, sebanyak 35 persen responden Pemilu 2024 mengaku memilih karena adanya imbalan uang. Parahnya, sebagian masyarakat menganggap hal tersebut sebagai bagian dari ‘budaya politik’.

“Dalam sistem seperti ini, kelompok dengan keterbatasan finansial akan selalu terpinggirkan. Bukan karena mereka tidak mampu, tetapi karena biaya masuk ke dunia politik sangat tinggi,” ungkap Dosen Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur dan Universitas Jayabaya itu.

Ia menilai, solusi tidak cukup hanya melalui regulasi. Perlu ekosistem politik yang sehat, komitmen elite, serta penguatan masyarakat sipil. Bamsoet juga mendorong pemerintah dan DPR membangun forum aspirasi yang secara aktif melibatkan kelompok rentan.

Lebih lanjut, Bamsoet menegaskan pentingnya pendidikan politik yang adaptif, kreatif, dan menyasar generasi muda.

“Pendidikan politik tidak harus membosankan. Bisa lewat diskusi komunitas, kampanye digital, atau simulasi parlemen yang melibatkan anak muda,” katanya.

Ia juga mengajak partai politik membuka jalur kepemimpinan politik yang inklusif dan terjangkau, khususnya bagi pemuda dan perempuan.

“Negara dan partai harus menumbuhkan pemimpin baru dari kelompok marginal. Bukan hanya demi representasi, tetapi demi kebijakan publik yang lebih berkualitas,” ucapnya.

Menurutnya, kehadiran legislator muda mulai membawa semangat baru dalam isu digitalisasi, lingkungan, hingga transparansi anggaran. Sementara keterlibatan legislator perempuan turut berperan melahirkan kebijakan penting seperti UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Namun demikian, Bamsoet mengingatkan bahwa semua inisiatif itu bisa gagal jika praktik politik uang terus dibiarkan.

“Reformasi pendanaan partai, transparansi kampanye, dan penegakan hukum terhadap politik uang harus menjadi prioritas. Tanpa itu, keberagaman hanya akan jadi formalitas. Akses ke kekuasaan masih ditentukan oleh uang dan koneksi, bukan kompetensi,” pungkas Bamsoet. (*)

Baca juga: Bamsoet Dorong Peningkatan Industri Modifikasi Kendaraan di Indonesia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved