Sabtu, 4 Oktober 2025

Mitos atau Fakta Radiasi Mammografi Bisa Perparah Kanker Payudara? Ini Kata Dokter

Benarkah  radiasi mammografi dapat memicu atau memperparah kanker payudara? Ini fakta yang sebenarnya diungkap oleh dokter radiologi.

Tribunnews.com, Rina Ayu
SKRINING KANKER PAYUDARA MAMMOGRAFI. Dokter radiologi dr. Nina I.S.H. Supit, Sp.Rad saat menjelaskan prosedur penggunaan teknologi mammografi 3D yaitu Mammomat B.briliant di MRCCC Siloam, Karet Semanggi, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025). /Tribunnews.com, Rina Ayu 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kanker payudara kini menjadi kanker paling umum di kalangan wanita di Indonesia, mencakup sekitar 19 persen dari seluruh kasus kanker, dengan lebih dari 70.000 diagnosis baru setiap tahun.

Tingkat kesembuhan dapat meningkat drastis jika penyakit ini terdeteksi dini karena semakin cepat terlacak lewat skrining, semakin besar peluang untuk disembuhkan.

Baca juga: Kisah Fia Bunova Penyintas Kanker Payudara, Perasaan Ikhlas Buat Kemoterapi Tak Semenakutkan itu

Skrining kanker payudara dianjurkan rutin dilakukan oleh semua perempuan, terutama bagi perempuan dengan faktor risiko seperti riwayat keluarga, gejala kanker, atau usia 40 tahun ke atas.

Lalu, benarkah  radiasi mammografi dapat memicu atau memperparah kanker payudara? Ini fakta yang sebenarnya diungkap oleh dokter radiologi dr. Nina I.S.H. Supit, Sp.Rad.

Mammografi merupakan golden standard atau standar emas skrining kanker payudara yang menggunakan sinar-X dosis rendah untuk menangkap gambar jaringan payudara seperti tumor kecil yang tidak dapat diraba dengan tangan.

Dokter Nina mengatakan, penggunaan radiasi pengion dalam mammografi digunakan dalam dosis yang sangat rendah dan diawasi ketat oleh Mammography Quality Standards Act (MQSA) agar tetap aman.

Sebagai perbandingan, dosis rata-rata dari mammografi digital dua arah hanya sekitar 0,4 mSv, setara dengan paparan alami radiasi lingkungan selama tujuh minggu.

“Sangat kecil efek sampingnya dari prosedur ini. Jangan takut untuk perempuan yang merasa ada benjolan di payudaranya. Lebih cepat terdeteksi semakin bagus,” ujar dia dalam takshow di Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).

Merujuk studi BEIR VII, risiko kanker akibat mammografi sangat kecil, sekitar 1,3 kasus per 100.000 pada perempuan usia 40 tahun yang menjalani satu kali mammografi, dan bahkan lebih rendah pada usia lanjut.

Jika dilakukan setiap tahun pada usia antara 40–80 tahun, risikonya hanya 20–25 kasus kanker fatal per 100.000 perempuan.

Secara umum, risiko kanker akibat radiasi dari mammogram diperkirakan hanya 1–10 kasus per 100.000 perempuan, jauh lebih kecil dibanding manfaat deteksi dini. 

“Dengan demikian, proses mammografi ini relatif aman, tidak menyebabkan kanker, dan justru bisa menyelamatkan nyawa untuk perempuan,” tutur dr Nina.

5 Detik Bermanfaat Skrining Kanker Payudara 

Menjawab kebutuhan tersebut, kini ada teknologi mammografi 3D di Indonesia yang memungkinkan pemindaian hanya dalam waktu 5 detik tanpa mengorbankan kualitas gambar yaitu Mammomat B.briliant.

Sebelumnya, pasien harus menunggu hingga 25 detik yang menimbulkan rasa nyeri akibat penekanan payudara alat kompresor.

Juga adanya ketidaknyamanan fisiologis seperti nyeri payudara yang mungkin sudah ada sebelumnya akibat siklus menstruasi.

“Karakter payudara orang Asia yang cenderung padat, pemindaian 3D dengan sudut 50° akan sangat membantu karena mampu mendeteksi kelainan sekecil mikrokalsifikasi dengan lebih tepat dan cepat,” kata Presiden Direktur Siemens Healthineers Indonesia, Alfred Fahringer.

CEO MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, dr. Edy Gunawan, MARS mengatakan, alat ini tidak sekadar peningkatan teknologi, tetapi penegasan agar perempuan lebih sadar melakukan skrining dini.

 “Luangkan lima detik waktu untuk mammogram karena lima detik itu bisa menyelamatkan hidup,” tutur dia.

Berdasarkan Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) pada tahun 2022, terdapat 66.271 kasus baru kanker payudara, menyumbang 16,2 persen dari seluruh kasus kanker di Indonesia, serta menduduki peringkat pertama dalam jumlah kasus baru.

Sekitar 22.598 kematian terjadi akibat penyakit ini dalam periode yang sama, sementara prevalensi selama 5 tahun mencapai 209.748 kasus.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved