Senin, 6 Oktober 2025

Kurang Fokus dan Kurang Sosialisasi Jadi Tantangan Terbesar Gen Alpha Bagaimana Cara Mengatasinya?

Gen Alpha akrab dengan gawai sejak usia dini, terbiasa dengan game online, video pendek, dan layanan streaming.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Choirul Arifin
Warta Kota/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
AKRAB DENGAN GADGET- Orang tua mendampingi anaknya bermain gadget di kawasan Senen, Jakarta. Gen Alpha, yakni anak yang lahir tahun 2010 hingga sekarang, akrab dengan gawai sejak usia dini, terbiasa dengan game online, video pendek, dan layanan streaming. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Generasi Alpha, yaitu anak-anak yang lahir mulai tahun 2010 hingga sekarang, tumbuh dalam dunia yang penuh dengan teknologi digital. 

Mereka akrab dengan gawai sejak usia dini, terbiasa dengan game online, video pendek, dan layanan streaming.

Namun, di balik keunggulan mereka sebagai “digital native”, ada tantangan besar yang mulai mengkhawatirkan.

Salah satunya adalah kemampuan fokus dan pengelolaan emosi yang menurun. 

Psikolog Anak Ayoe Sutomo, M.Psi, menyebut Gen Alpha menghadapi situasi yang sangat berbeda dibanding generasi sebelumnya.

“Attention span-nya jadi makin terbatas. Yang ada lama sedikit, kemudian bosan, dia mundur. Nah, kaitannya lagi, kalau kemudian attention span-nya terbatas, gitu kan ya, kayak kita tadi bilang, terhadap emosi, gitu kan ya,” ujarnya dalam konferensi pers Diamond Milk UHT Raising Alpha Generation di Scienta Square Park, Tangerang Selatan, Sabtu (27/9/2025).

Generasi Alpha tumbuh dalam dunia serba cepat. Hanya dengan satu klik, mereka bisa mendapatkan hiburan, jawaban, atau bahkan barang yang diinginkan.

Kebiasaan ini membuat mereka terbiasa dengan respons instan. Saat menghadapi dunia nyata yang tidak selalu sesuai dengan keinginan, mereka lebih mudah frustrasi.

“Kan terbiasa kan semuanya minta apa, persediaannya cepat, gitu kan. Nah, langsung, gitu kan. Itu padahal tidak suitable untuk real life,” tambah Ayoe.

Kondisi ini bisa berdampak jangka panjang pada daya tahan mental. Anak menjadi lebih mudah marah, sulit menunda kepuasan, dan rentan terhadap stres ketika menghadapi tantangan kehidupan nyata.

Kurang Koneksi Sosial, Kurang Motivasi

Di balik derasnya paparan digital, ada aspek lain yang jarang dibicarakan, yaitu keterbatasan koneksi sosial.

Ayoe menekankan, motivasi anak tidak hanya muncul dari hadiah atau gadget, melainkan dari rasa keterhubungan dengan orang lain.

“Orang bisa termotivasi itu kan ketika dia ada relativeness dengan orang lain, kemudian terkoneksi,” jelasnya.

Baca juga: Generasi Beta, Julukan bagi Anak yang Lahir Mulai Tahun 2025, Ini Bedanya dengan Gen Z dan Gen Alpha

Sayangnya, terlalu banyak waktu di dunia digital membuat ruang bagi interaksi sosial berkurang. 

Akibatnya, anak berisiko tumbuh dengan motivasi yang rapuh karena tidak terbiasa membangun hubungan nyata dengan teman sebaya atau lingkungan sekitar.

Attention Span yang Memendek, Bagaimana Implikasinya?

Perhatian yang singkat bukan sekadar soal anak cepat bosan saat belajar. Hal ini bisa memengaruhi kemampuan mereka memahami konsep mendalam, mengolah emosi, bahkan membangun empati.

Ketika perhatian mudah teralihkan, anak kesulitan mengembangkan konsistensi. 

Dalam dunia kerja kelak, kemampuan bertahan menghadapi tugas panjang dan rumit menjadi krusial, sesuatu yang justru mulai terkikis sejak dini.

Baca juga: Gen Alpha Picu Tren Penggunaan Teknologi AI untuk Menganalisis Permasalahan Kulit

Menghadapi tantangan ini, orang tua tidak bisa hanya melarang penggunaan gadget. Yang dibutuhkan adalah pendekatan mindful parenting, di mana orang tua hadir secara penuh dalam mendampingi anak.

Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:

1. Membatasi screen time dengan aturan yang konsisten.

2. Mengajarkan kesabaran dengan melibatkan anak dalam aktivitas yang butuh proses, seperti memasak atau berkebun.

3. Membangun interaksi nyata, misalnya dengan rutin mengobrol tanpa gawai di meja makan.

4. Memberikan contoh langsung, karena anak belajar lebih cepat dari perilaku orang tuanya dibanding dari nasihat semata.

Belajar Bersama Generasi Alpha

Ayoe mengingatkan bahwa tantangan membesarkan anak Gen Alpha bukan hanya soal mengontrol gawai, tetapi juga tentang kesiapan orang tua untuk terus belajar.

“Sebagai orang tua Generasi Alpha, kita perlu untuk residen belajar, kalau saya bilang. Ya, dan menyelesaikan diri dengan ilmu pengetahuan dan apa-apa yang terbaru tentang Gen Alpha itu,” tutupnya.

Dengan kata lain, bukan hanya anak yang harus adaptif terhadap dunia yang berubah, tetapi juga orang tua yang harus lebih lentur dan sadar dalam mendampingi mereka.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved