Senin, 29 September 2025

Dokter Ingatkan Bahaya Mata Merah Tak Biasa, Uveitis Sumbang Penyebab 25 Persen Kebutaan

Dokter spesialis mata Dr Eka Oktaviani Budiningtyas mengingatkan, agar tidak abai gejala mata merah yang bisa jadi awal masalah serius.

Tribunnews.com/Rina Ayu
PERADANGAN MATA- Dokter spesialis mata JEC Dr Eka Oktaviani Budiningtyas menjelaskan, uveitis bukan sekedar peradangan mata biasa. Banyak pasiennya yang jarang mengalami gejala dini. Sehingga membuat pasien kerap terlambat memeriksakan matanya. Hal itu disampaikan Dr Eka saat media gathering World Retina Day 2025  di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/9/2025). 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dokter spesialis mata Dr Eka Oktaviani Budiningtyas mengingatkan, agar tidak abai gejala mata merah yang bisa jadi awal masalah serius pada penglihatan.

Banyak pasien yang tidak menyadari gejala uveitis sejak awal, sehingga datang ke dokter dalam kondisi yang sudah cukup berat.

Baca juga: Mengatasi Masalah Mata Merah Akibat Polusi Udara, Begini Caranya!

“Uveitis ini gejalanya hilang dan timbul, sehingga jika sering mengalami segera periksakan diri ke dokter sebelum menjadi parah,” ujar dr. Eka dalam kegiatan JEC Hospital dan Clinic di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/9/2025).

Dokter mata sub spesialis ocular infection and immunology ini menjelaskan, uveitis merupakan kondisi mata merah yang diakibatkan oleh inflamasi atau peradangan pada bagian tengah mata atau bagian uvea. Uvea sendiri terletak antara bagian putih mata dan retina. 

Uveitis dapat menyebabkan rasa sakit pada mata, pandangan kabur, dan terdapat bayangan berbentuk bintik atau garis. 

Baca juga: Polusi Udara Bisa Menyebabkan Mata Merah, Hidung Berair dan Gatal

“Gejala seperti mata merah sering dikira iritasi biasa atau infeksi menular. Padahal, jika itu uveitis dan tidak ditangani dengan tepat, bisa berujung pada gangguan permanen,” tambah dr. Eka.

Ditambahkan dokter spesialis mata dr. Referano Agustiawan, SpM(K), uveitis bisa menyerang siapa saja, namun paling sering pada usia produktif antara 20 hingga 60 tahun.

“Di negara berkembang, uveitis menyumbang sekitar 25 persen kasus kebutaan. Di Indonesia, penyebab terbanyak adalah infeksi sistemik seperti TB dan toksoplasma, serta penyakit autoimun,” jelasnya.

Namun, sebanyak 48–70 persen kasus uveitis tergolong idiopatik, yaitu tidak diketahui penyebab pastinya.

Adapun pengobatan uveitis akan disesuaikan dengan jenis penyebabnya.

“Penanganan uveitis dimulai dengan pemeriksaan mata seperti dengan tes pencitraan retina (seperti OCT), serta pemeriksaan laboratorium untuk mencari penyebabnya dengan Fundus Camera, Keratograph hingga USG Mata,” terang dokter yang biasa disapa Rano ini.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan