Selasa, 30 September 2025

Manajemen Intervensi Nyeri, Harapan Baru Bagi Pasien dengan Nyeri Kronis yang Tak Kunjung Sembuh

Pendekatan manajemen intervensi nyeri (interventional pain management/IPM) hadir sebagai solusi medis yang lebih presisi, minim invasif

|
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Erik S
ISTIMEWA
TERAPI IPM - Dokter Spesialis Neurologi Subspesialis Neurologi Nyeri dari Siloam Hospitals Lippo Village, Prof. Dr. dr. Yusak Mangara Tua Siahaan, SpN(K), FIPP, CIPS menyampaikan paparan media gathering Managing Pain Through Pain Intervention Therapy di Tangerang, Selasa (17/6/2025). Manajemen intervensi nyeri merupakan pendekatan medis modern yang menjembatani terapi konservatif seperti obat dan fisioterapi, dengan tindakan bedah yang lebih invasif. 

TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Nyeri kronis, khususnya pada sendi dan sistem saraf, merupakan tantangan medis yang tak hanya menimbulkan penderitaan fisik, tetapi juga menggerus kualitas hidup penderitanya. 

 

Ketika obat-obatan oral, terapi fisik, atau bahkan suntikan otot tidak lagi memberikan perbaikan signifikan, sementara operasi dianggap terlalu berisiko, pendekatan manajemen intervensi nyeri (interventional pain management/IPM) hadir sebagai solusi medis yang lebih presisi, minim invasif, dan berbasis teknologi tinggi.

 

Menurut Prof. Dr. dr. Yusak Mangara Tua Siahaan, SpN(K), FIPP, CIPS, Dokter Spesialis Neurologi Subspesialis Neurologi Nyeri dari Siloam Hospitals Lippo Village, terapi ini menjadi penopang penting bagi pasien yang sebelumnya terjebak dalam siklus nyeri tak berkesudahan.

Baca juga: Nyeri Kronis Sering Dialami Masyarakat, Dirut RSCM: Perlu Diobati dengan Layanan Holistik 

“Kami pernah menangani seorang pasien yang sudah menjalani lebih dari 20 kali fisioterapi, konsumsi obat antinyeri, hingga beragam suntikan otot. Tapi tetap tidak membaik secara bermakna,” ungkap Prof. Yusak dalam media gathering Managing Pain Through Pain Intervention Therapy di Tangerang, Selasa (17/6/2025).

 

Setelah melalui evaluasi mendalam, pasien tersebut akhirnya menjalani prosedur intervensi berupa penyuntikan pada saraf target yang menjadi sumber nyeri.

 

“Setelah sarafnya ditidurkan, pasien akhirnya bisa mulai bergerak ringan setiap hari. Dua tahun kemudian, walau efek suntikannya hilang, karena sudah terbiasa olahraga, nyerinya pun tak kembali. Ini bentuk keberhasilan rehabilitasi lewat pendekatan bertahap,” jelas Yusak.

 

Terobosan di Antara Pengobatan dan Operasi

 

Manajemen intervensi nyeri merupakan pendekatan medis modern yang menjembatani terapi konservatif seperti obat dan fisioterapi, dengan tindakan bedah yang lebih invasif.

Baca juga: Nyeri Perut di Bagian Kanan Bawah Tanda-tanda Radang Usus Buntu, Ini yang Harus Dilakukan

Terapi ini dilakukan secara presisi menggunakan teknologi pencitraan — seperti X-ray, fluoroskopi, atau ultrasonografi — untuk menyasar langsung saraf atau jaringan yang menjadi sumber nyeri.

 

Beberapa teknik yang digunakan meliputi Penyuntikan steroid dan vitamin ke area target; Injeksi PRP (platelet-rich plasma); Radiofrequency Ablation (RFA) – menghantarkan panas untuk menghambat sinyal nyeri ke otak; Cryoneurolysis – ‘membekukan’ saraf nyeri dan Chemoneurolysis – memblokir transmisi nyeri menggunakan bahan kimia tertentu.

 

“Ini ibarat menidurkan kabel saraf tanpa merusaknya. Nyeri dihentikan sementara, memberi kesempatan tubuh dan pasien untuk pulih,” papar Yusak.

 

Minim Risiko, Efek Cepat

 

Sebagian besar prosedur IPM dilakukan dalam waktu kurang dari satu jam, tanpa perlu rawat inap.

 

Prosedur dilakukan di ruang tindakan khusus yang steril dan menggunakan peralatan modern berstandar internasional.

 

Pasien akan menjalani pemeriksaan menyeluruh terlebih dahulu untuk memastikan jenis nyeri dan pilihan terapi yang paling sesuai.

 

Salah satu metode populer, Radiofrequency Ablation, biasanya dilakukan dalam satu sesi, dan pasien bisa langsung pulang beberapa jam setelah tindakan.

 

Solusi Bagi Pasien dengan Kondisi Kompleks

 

IPM terbukti menjadi solusi efektif bagi pasien dengan kondisi khusus, seperti: lansia dengan radang sendi yang tidak dapat menjalani operasi, pasien stroke dengan nyeri pascastroke, pasien kanker dengan nyeri berat

 

Penderita diabetes dengan nyeri neuropatik

 

“Ada pasien kanker yang bilang, ‘Saya siap mati, tapi saya tidak siap menahan sakit ini.’ Setelah prosedur intervensi, ia bisa kembali tersenyum dan beraktivitas. Bagi kami, itu makna sebenarnya dari keberhasilan terapi,” ujar Yusak menyentuh.

Baca juga:  Keuntungan Atasi Saraf Kejepit dengan Metode BESS di RS JIH Solo, Proses Pemulihan Cepat

Prof. Yusak menekankan bahwa keberhasilan terapi intervensi tidak hanya diukur dari hilangnya nyeri, tetapi juga dari peningkatan kualitas hidup pasien.

 

“Target kami bukan sekadar menghilangkan sakit, tapi memulihkan harapan. Pasien harus bisa kembali bekerja, bergerak, dan hidup seperti sedia kala. Itu ukuran utama keberhasilan kami,” tutupnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved