Penelitian SEANUTS II: Anak Stunting dan Anemia Masih Banyak, Anak Perlu Rutin Aktivitas Fisik
Hasil penelitian SEANUTS II menemukan fakta bahwa anak penderita stunting dan anemia di Indonesia masih banyak.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masalah gizi pada anak-anak ternyata masih menjadi masalah di Indonesia.
Berdasarkan penelitian terbaru yang merupakan penelitian kedua yang dilakukan oleh South East Asian Nutrition Surveys (SEANUTS II), ditemukan fakta bahwa anak penderita stunting dan anemia di Indonesia masih banyak.
"Kita lihat status gizi anak yang umurnya masih di bawah 5 tahun (daerah Jawa dan Sumatera), ternyata masih tetap tinggi prevalensi stunting-nya. Jadi untuk stunting masih tinggi di atas 20 persen, dan laki-laki lebih tinggi angkanya dari perempuan," kata Dr. dr. Dian Novita Chandra, M.Gizi, Peneliti SEANUTS II Indonesia dalam paparannya di Jakarta, Selasa (21/6/2022).
SEANUTS II merupakan lanjutan dari South East Asian Nutrition Survey (SEANUTS I) yang dipublikasikan pada 2013 lalu.
Baca juga: Ibu-ibu Perlu Tahu! Manfaat Pijat Bayi, Tingkatkan Nafsu Makan dan Berat Badan hingga Cegah Stunting
Penelitian skala besar ini dilakukan oleh FrieslandCampina dalam rentang waktu 2019 dan 2021, bekerja sama dengan universitas dan lembaga penelitian di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam.
Penelitian ini sempat terhambat kondisi pandemi Covid-19, namun akhirnya tetap dilanjutkan.
SEANUTS II dilakukan di 21 kabupaten/kota, 15 provinsi, dan melibatkan sekitar 25 tenaga dokter, ahli gizi, ahli kesehatan, dan ahli olahraga.
SEANUTS II juga melibatkan 3000 anak dengan rentang usia 6 bulan hingga 12 tahun.
Temuan lain dari penelitian SEANUTS II ini bahwa berdasarkan area tempat tinggal, angka stunting di pedesaan lebih tinggi dibanding di kota. "Di desa 3,6 dan di kota 20,6," ucap Dian.
Baca juga: Fokus Percepatan Penurunan Stunting dan Program KB, BKKBN Kembali Raih Penghargaan PBB
Hal tersebut terjadi juga karena masih belum terpenuhinya rata-rata asupan vitamin dan mineral yang direkomendasikan untuk tumbuh kembang yang sehat.
Secara keseluruhan, SEANUTS II menunjukkan bahwa permasalahan anak stunting atau berperawakan pendek dan anemia masih ada, terutama pada anak-anak usia dini.
Namun, untuk anak yang berusia lebih tua, tingkat prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas lebih tinggi dari pada stunting.
Temuan lain juga menunjukkan aktivitas fisik harian anak usia sekolah ternyata belum mencapai tingkat kecukupan sedang yang direkomendasikan.
Padahal, tingkat kecukupan aktivitas fisik harian akan memengaruhi kebugaran jasmani yang jauh akan berperan pada tahapan tumbuh kembang seorang anak.
Peneliti SEANUTS II, Listya Tresnanti Mirtha mengingatkan bahwa selain olahraga, aktivitas fisik penting agar anak tetap sehat dan bugar.
Baca juga: Pentingnya Edukasi Seputar Nutrisi Bagi Orangtua Guna Cegah Stunting pada Anak
"Kalau kita di Indonesia biasanya hanya mengenal istilah olahraga. Bahwa sebetulnya yang harus dipahami adalah tiga yaitu aktivitas fisik, latihan fisik, dan olahraga. Ketiganya ini bertujuan untuk mencapai titik kesehatan dan titik kebugaran," kata Listya.
"Seseorang yang sehat itu belum tentu bugar. Tapi seseorang yang bugar sudah pasti sehat. Dan bugarlah yang bisa membantu untuk mengoptimalkan tumbuh kembang," imbuhnya.
Dia menjabarkan aktivitas fisik cardio, seperti berlari juga dapat memengaruhi massa otot anak-anak.
Oleh sebab itu, selain gizi, aktivitas fisik anak juga harus terpenuhi sesuai rekomendasi.
"Karena bagaimana pun cardio itu adalah komponen terpenting. Jadi dia akan memberikan suplai oksigen kemana-mana dulu, akan memperbaiki metabolisme dulu, sehingga ketika dia melihat aktivitas yang kaitannya dengan otot dia jauh lebih optimal," jelas Tata.
"Jadi, kalau cardio-nya bagus biasanya untuk yang kaitannya dengan otot ini juga bagus. Namun tidak sebaliknya," tambahnya.
Baca juga: Targetkan Angka Stunting 14 Persen, BKKBN Kerahkan 200 Ribu Tim Pendamping Keluarga
Temuan lain dari penelitian SEANUTS II ini bahwa sebagian besar anak-anak juga tidak memenuhi kebutuhan rata-rata asupan kalsium dan Vitamin D.
Hasil pengecekan biokimia darah juga menunjukkan adanya ketidakcukupan Vitamin D pada sebagian besar anak.
"Kami harapkan data temuan yang dihasilkan SEANUTS II dapat menjadi acuan tenaga medis, pemerintah, bahkan orang tua untuk menanggulangi masalah malnutrisi di Indonesia," kata Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, SpA(K) selaku peneliti utama SEANUTS II dan Guru Besar Fakultas Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UI.
"Studi ini menunjukkan bahwa permasalahan stunted atau perawakan pendek, anemia, asupan makanan, aktivitas fisik anak dan kebugaran jasmani terkait kesehatan, perlu mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak," ujarnya.