Sabtu, 4 Oktober 2025

Bayi Ditolak Rumah Sakit

DPR akan Gunakan Interpelasi Soal Kasus Dera

Ada 10 rumah sakit yang didatangi ayah dan kakek, untuk menolong nyawa bayi berumur tujuh hari.

zoom-inlihat foto DPR akan Gunakan Interpelasi Soal Kasus Dera
NET
ILUSTRASI

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dera Nur Anggraini mengembuskan napas terakhir, Sabtu (16/2/2013), akibat gangguan saluran pernapasan, setelah ditolak rumah sakit lantaran orangtuanya tidak memiliki biaya.

Ada 10 rumah sakit yang didatangi ayah dan kakek, untuk menolong nyawa bayi berumur tujuh hari. Anggota Komisi IX DPR Poempida Hidayatulloh, mengaku terenyuh menyaksikan berita kematian Dera.

Padahal, menurut politisi Partai Golkar, berbagai program seperti Jamkemas dan Jakarta Sehat, dapat dimanfaatkan untuk keperluan tersebut.

Poempida menilai, jika masih terjadi praktik penolakan seperti ini, berarti pemerintah tidak serius mengimplementasikan UU Rumah Sakit.

"Masalah kesehatan adalah absolut. Tidak boleh dilaksanakan berdasarkan situasi mengambang, karena berhubungan dengan jiwa dan raga manusia, yang harus diperlakukan dengan perhatian penuh dan menggunakan segala kehati-hatian," ujarnya kepada Tribunnews.com, saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin (18/2/2013).

Empati kemanusiaan, lanjutnya, harus menjadi pondasi dari program kesehatan.

"Karena itu, interpelasi DPR diperlukan untuk memberikan peringatan kepada pemerintah, akan pentingnya implementasi UU Rumah Sakit, yang tidak diindahkan secara serius oleh pemerintah," imbuh Poempida, seraya menambahkan bahwa tanpa implementasi UU Rumah Sakit, sangat sulit melihat kesuksesan penerapan BPJS pada 2014 mendatang.

Diberitakan sebelumnya, berdasarkan cerita ayah Dera, Elias Setionugroho (20), anaknya lahir pada Minggu (11/2/2013) malam, dengan cara operasi caesar di RS Zahirah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Namun, anak kembarnya lahir tidak normal, dengan berat 1 kilogram, dan mengalami gangguan pernapasan. Karena tidak punya alat untuk merawat Dera, pihak rumah sakit menyarankan keluarga untuk mencari rujukan.

Awalnya, Elias bersama Herman, sang kakek, menuju RS Fatmawati. Sampai di sana, pihak rumah sakit menyatakan semua ruangan penuh.

Tak patah arang, akhirnya Herman dan Elias menuju RSCM, untuk mencari ruang perawatan dan operasi. Lagi-lagi, setelah menunggu hingga pagi hari, rumah sakit menyatakan ruangan penuh.

"RS Fatmawati, katanya ruangan enggak ada. Di RSCM, menunggu dari jam 04.00 sampai 06.00 pagi, baru dapat masuk. Pagi kami tanya ke kasir, ke ICU, sampai kami kasih rujukan dari rumah sakit, 15 menit datang bilangnya penuh," ungkap Elias saat ditemui di kediamannya, Jalan Jati Padang Baru RT 14/06, Pasar Minggu, Senin.

Herman dan Elias kemudian pergi menuju RS Harapan Kita. Keduanya lantas memberikan surat keterangan tidak mampu kepada pihak rumah sakit.

Setelah menunggu, pihak RS Harapan Kita juga mengatakan kamar penuh. Usaha terus dilakukan, hingga pada Selasa, sang kakek menuju RS Pasar Rebo. Lagi-lagi, pihak RS Pasar Rebo menolak, karena kamar rawat tidak tersedia.

Esoknya, sang kakek mencoba RS Harapan Bunda Pasar Rebo. Di sana, Herman sempat dimintai uang muka sebesar Rp 10 juta sebagai biaya perawatan, dan belum termasuk operasi.

Usai dari Pasar Rebo, Herman dan Elias ke RS Asri, RS Tria Dipa, RS Budi Asih, RS JMC, dan terakhir ke RS Pusat Pertamina.

Semua rumah sakit tersebut juga menolak. Di RS Pertamina, sang kakek langsung ditawari petugas soal pembayaran, mau uang muka atau langsung tunai.

Agar cucunya bisa dirawat, Herman mengatakan pembayaran akan dilakukan tunai, namun justru pihak rumah sakit beralasan kamar rawat penuh.

Karena tidak kunjung mendapatkan rumah sakit, Dera pada Sabtu lalu akhirnya meninggal dunia. Sedangkan saudara kembarnya, Dara, saat ini masih menjalani perawatan di RS Tarakan. (*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved